Perempatan Masjid Sotok, Kecamatan Pademawu, Pamekasan. (Foto/Istimewa) |
Ngoser.ID - “Turun di Sotok,” kata kru Ngoser.ID pada kondektur bus
jurusan Sumenep-Surabaya, pagi itu.
Sotok merupakan nama suatu tempat di Pademawu, Pamekasan.
Lokasi ini memang menjadi bagian dari rute perjalanan bis angkutan umum sejak
terminal Pamekasan dipindah.
Petunjuk turun di sana didapat Ngoser.ID dari seorang kerabat di Desa Murtajih, Pademawu. Pademawu saat ini menjadi nama salah satu kecamatan di Bumi Gerbang Salam.
Petunjuk turun di sana didapat Ngoser.ID dari seorang kerabat di Desa Murtajih, Pademawu. Pademawu saat ini menjadi nama salah satu kecamatan di Bumi Gerbang Salam.
Setelah berhenti di perempatan jalan yang disebut Sotok
itu, media ini pun turun. Sejurus setelahnya, bus yang sebelumnya ditumpangi
melesat kembali kejar setoran.
Usai turun, pandangan media ini pun langsung menyasar bangunan masjid.
Masjid Sotok namanya. Dinamai begitu, karena masjid tersebut memang berada di daerah Sotok. Masjid ini menjadi salah satu tujuan utama Ngoser.ID
di samping nyalase ke Maqbaroh Kiai
Agung Raba di Murtajih.
Sambil menunggu jemputan, media ini masuk serambi masjid.
Ke toilet sebentar, ambil wudlu’, lalu masuk masjid. Damai di sana. Lalu lalang
kendaraan dan bus sesekali mampir dalam suasana kala itu.
Bangunan masjid Sotok cukup bagus. Sudah dipugar. Puluhan
tahun lalu, masih tak seapik kini. Mungkin telah mengalami proses pemugaran
beberapa kali. Kebetulan tak ada yang bisa dimintai keterangan soal tersebut
di saat itu.
Konon, masjid ini sudah ada sejak ratusan tahun silam.
Tepatnya sejak abad 17 Masehi. Waktu itu Pamekasan masih berbentuk kerajaan.
Raja legendaris zaman tersebut ialah Panembahan Ronggo Sukowati. Yang mana kala itu
agama Islam di Pamekasan telah menjadi agama resmi.
Meski belum bisa dipastikan masjid Sotok sudah dibangun
di abad tersebut, setidaknya, nama Sotok dimulai dari abad 17. Kisahnya
terpatri di benak generasi antar generasi.
Namun, bisa jadi kisah ini tidak diketahui semua orang di Gerbang Salam. Karena berupa cerita tutur. Baru kemudian ditulis ulang di Buku “Kiai Agung Rabah, Rabah dan Sejarahnya” (2018), susunan Abdul Hamid Ahmad dengan editornya RBM Farhan Muzammily.
Namun, bisa jadi kisah ini tidak diketahui semua orang di Gerbang Salam. Karena berupa cerita tutur. Baru kemudian ditulis ulang di Buku “Kiai Agung Rabah, Rabah dan Sejarahnya” (2018), susunan Abdul Hamid Ahmad dengan editornya RBM Farhan Muzammily.
Dalam bahasa Madura, sotok
bermakna dorong. Kata itu mengacu pada sebuah kisah saat kereta kencana Raja
Pamekasan terjebak dalam kubangan rawa. Kereta pun tak bisa jalan. Kuda yang
menariknya tak mampu bergerak meski telah mengerahkan segenap tenaga.
Akhirnya, sang Raja memerintahkan beberapa pengiringnya
untuk mendorong kereta. Namun sebelum itu sang Raja terlebih dulu turun. Beliau
memerintahkan segenap pengiring untuk menyiapkan sebuah tempat. Raja ingin
shalat, karena sudah masuk pada waktunya.
Nah, lokasi shalat tersebut, konon berada di lokasi Masjid
Sotok saat ini berdiri. Bayangan Ngoser.ID pun melesat pada imajinasi.
Membayangkan suasana kala itu, yang konon sejauh mata memandang merupakan rawa.
Raba kata bahasa Maduranya.
Tak terbayangkan bagaimana situasi dan kondisi saat Sang Raja
mendirikan shalat. Shalat berjamaah lagi. Sedangkan kondisi waktu itu tengah
terjebak masalah. Tentu beda kondisinya dengan media ini saat berada di masjid
Sotok yang sangat apik.
Tet.. tet..
Bunyi klakson mobil di seberang jalan membuyarkan
imajinasi. Jemputan datang. Ngoser.ID pun bersiap menuju kendaran bercat
abu-abu tua itu. (bersambung)
SP/Ng
0 Komentar