Masjid Sotok. (Foto/Istimewa) |
Ngoser.ID - Kendaraan jemputan bernama Kijang Innova itu melaju
membawa Ngoser.ID ke kampung Rabah, Desa Sumedangan, Kecamatan Pademawu. Dari Masjid Sotok yang
sebelumnya disinggahi, ke lokasi maqbarohnya Kiai Agung Raba itu sekira
memakan waktu lebih kurang 10 menit. Melewati tujuh kali belokan jalan.
Di Rabah, kendaraan diparkir di depan masjid juga. Masjid
Rabah. Ukurannya lebih luas dari Masjid Sotok. Antara keduanya terdapat benang
merah sejarah. Terkuak oleh para pemakai Jas Merah (Jangan sekali-kali
Melupakan Sejarah).
Sesampainya di sana, setelah menyeruput Kopi “Syahrini”
Rabah, dan menghisap rokok kretek, imajinasi kisah Sotok berlanjut.
Kedatangan Raja Pamekasan dan pengiringnya waktu itu ke
Pademawu, terkait pada peristiwa kemarau panjang di Bumi Gerbang Salam. Tujuh
tahun lamanya Pamekasan tak mendapat curahan air langit. Kering kerontang,
perekonomian rakyat di bidang pertanian macet. Pengaruhnya tentu tak sedikit
menyentuh sendi-sendi lainnya dari kehidupan rakyat.
Isyarat langit yang didapat Raja kala itu, membuat
Panembahan Ronggosukowati, Sang Raja Agung bergegas menuju pertapaan Sang Wali
yang selanjutnya dikenal dengan Kiai Agung Rabah. Nama aslinya Kiai
Abdurrahman. Berasal dari Sendir. Berguru ke Kota Bahari, dan beruzlah di
kawasan Rabah bersama keponakan sekaligus anak angkatnya, Kiai Abdullah alias
Entol Bungso.
Sejatinya, kedatangan Raja Pamekasan ke tempat pertapaan
Kiai Agung Raba itu adalah kedatangan kedua kalinya. Setelah kedatangan pertama
berbuah turunnya rahmat. Kedatangan kedua ini terkait musibah banjir yang
melanda Bumi Gerbang Salam.
Saat itulah kereta Raja yang mau menuju pertapaan Kiai
Agung Raba harus terperosok di kubangan lumpur. Daerah rawa itu tak luput dari
banjir yang konon disebabkan turunnya hujan selama empat puluh hari empat puluh
malam tanpa henti.
Setelah menemukan gundukan tanah yang agak tinggi, Raja
lantas menggelar shalat berjamaah bersama pengiringnya di lokasi tak jauh dari
kereta kencana yang terperosok dan tak bisa melanjutkan perjalanan.
Seusai shalat, Raja lantas memerintahkan agar kereta yang
terperosok cukup dalam itu agar esotok (didorong). Setelah berkali-kali dengan
sekuat tenaga, akhirnya kereta pun lolos dari kubangan lumpur. Raja yang
bersuka-cita lantas menadahkan tangan ke langit dan bersyukur. Selepas itu
rombongan kembali bertolak ke alas Rabah tempat pertapaan Kiai Agung Rabah.
Tak lupa, sebelum bertolak ke alas Rabah, Raja bersabda:
“untuk mengingat peristiwa ini, mulai saat ini, tempat ini aku berinama Sotok”.
Rombongan pun menuju alas Rabah untuk menemui sang Wali.
Singkat cerita, banjir di Pamekasan lantas surut. Hujan
pun turun sesuai musim. Bumi Gerbang Salam kembali makmur. Kawasan sekitar alas
Rabah dan daerah Sotok mulai ramai dihuni masyarakat yang ingin menimba ilmu
pada Kiai Agung Rabah. Daerah itu pun lantas dihadiahkan Raja pada Sang Wali.
Di lokasi Raja shalat saat kereta kencana terperosok, di
kemudian hari dibangun sebuah masjid. Masjid ini lantas dikenal dengan masjid
Sotok. Mengikuti nama lokasi berdirinya. (habis)
SP/Ng
0 Komentar