Ilustrasi Kuda Terbang. (Foto/Istimewa) |
Ngoser.ID - Bagi masyarakat di bumi Jokotole, kuda terbang merupakan
“sosok” yang melegenda. Ia tak sekadar dianggap sebagai bangsa hewan ajaib.
Dalam perkembangan sekaligus metamorfosisnya, di ujung timur pulau garam, kuda
terbang menjadi sebuah lambang. Meski dalam dunia sejarah yang menjadi jalan
tengah antara mitologi dan fakta, kuda terbang masih menyisakan secangkir
misteri yang tak habis-habis direguk.
“Dalam dunia mitologi kuda terbang tidak hanya di Sumenep.
Ia seperti kuda Sembrani dalam mitologi Jawa, maupun Pegassus dalam mitologi
Yunani,” kata RB Muhlis salah satu pemerhati sejarah di Sumenep.
Di Sumenep, kuda terbang dipercaya sebagai kendaraan
Jokotole, salah satu penguasa Sumenep yang diyakini memerintah pada abad 14.
Informasi tertulis mengenai ini banyak tertuang dalam buku Babad Songennep
karya Werdisastra (1914). Kuda ini disebut pemberian sang paman, Adirasa,
pertapa sakti dari tanah Sepuh Dewe (Sepudi). Sang kuda bernama Megaremmeng.
”Dalam cerita tutur, kuda terbang Jokotole ini tetap hidup
hingga beratus tahun berikutnya. Ia diperkirakan sebagai mahluk gaib atau
mahluk halus. Yang selanjutnya pernah jadi kendaraan Pangeran Letnan Hamzah dan
Raden Ardikusumo, dua anggota keluarga keraton Sumenep di masa dinasti
terakhir,” kata Muhlis.
Di sisi lain, mitologi kuda terbang dianggap sebagai bualan
kelas tinggi. Beberapa kalangan yang concern di dunia sejarah memandang kuda
terbang itu hanya khayalan. Tak sedikit yang memberi catatan mengandung makna filosofis
yang dalam.
“Meski berjenis folklore, namun sengaja menghilangkan cerita
ini dengan serta merta dalam dunia sejarah menurut saya merupakan suatu
kesalahan besar,” kata Ja’far Shadiq, salah satu personel Ngoser.
Hairil Anwar, kru Ngoser lainnya mengaku tengah mengkaji
mitologi kuda terbang Sumenep. Ia menemukan peninggalan sejarah yang jelas-jelas
memasukkan gambar hewan ajaib ini. Seperti ukiran di makam Patih Mangun (Kiai
Angabei Mangundireja) dan di dalem (rumah) Pangeran Letnan Hamzah. “Ini
menarik. Jadi semitos apapun memang harus digali,” kata anggota TACB Sumenep
ini.
Ng
2 Komentar
Warbiasyaaach... Neeech... !!!
BalasHapusTerima kasih, Abah... Salam Ngoser..
Hapus