Roma Panggung atau Loteng kediaman Pangeran Kornel Nawawi, Kepala Angkatan Perang Keraton Sumenep, di Pasarsore, Karangduak, Sumenep. (Foto/Ngoser.ID) |
Ngoser.ID - RUMAH Panggung merupakan sebutan umum bagi rumah tinggi
di beberapa kawasan di Nusantara. Dalam hal ini setiap daerah memiliki persepsi
berbeda, khususnya dalam segi model. Di luar Madura, rumah panggung lebih
dikenal dengan rumah tinggi, yaitu bangunan rumah berkaki di setiap sudutnya
dan memiliki kolong di bawahnya.
Di Sumenep, yang memiliki gugusan pulau, rumah tinggi
banyak terdapat di beberapa titik kepulauan. Seperti di kepulauan Masalembu dan
Kangayan. Hal itu disebabkan, banyak penghuni kedua pulau tersebut yang
merupakan pecahan dari suku-suku di Sulawesi. Seperti suku Mandar dan Bugis
yang melaut dan menghuni kedua pulau tersebut, dan beberapa pulau lainnya.
Meski seiring dengan perkembangan zaman,
bangunan-bangunan rumah tinggi itu sudah jarang ditemui. Kendati ada hanya di
tempat-tempat yang masih menjaga erat tradisi leluhurnya. Ada juga yang sudah
keluar dari pakem, seperti dengan mengganti bahan dasar material, dari yang
biasanya menggunakan kayu menjadi batu bata dan semacamnya.
Uwak Ganing, salah satu sesepuh di kawasan Mandar
Kepulauan Masalembu, beberapa waktu silam mengaku tidak betah saat tinggal di
selain rumah tinggi. Selain alasan tradisi, alasan kesehatan menjadi faktor
utama. ”Saya malah jadi sakit jika tinggal di rumah yang baru dibangun anak
saya,” ujarnya sambil menunjuk bangunan modern sekitar 10 meter dari depan
rumah tingginya.
Nah, kembali pada rumah panggung, rupanya oleh lidah di
luar gugusan pulau, khususnya di kawasan Sumenep daratan, rumah tinggi
terkadang disebut rumah panggung (roma panggung). Sebagian lagi mengatakan
panggung.
Di beberapa situs online, saat mencari kata kunci Rumah
Panggung Sumenep, sering yang muncul bangunan rumah tinggi, khususnya di
kepulauan, yang berkaki. Padahal, di beberapa kalangan, khususnya yang memiliki
pertalian dengan keluarga besar elit keraton, rumah panggung atau panggung
merupakan bangunan biasa namun memiliki tangga, mirip dengan rumah tinggi.
Bedanya, panggung di Sumenep tidak memiliki kaki.
Bangunan itu memang lebih tinggi lantainya dengan tanah pekarangan. Lebih
tinggi lantainya dari permukaan tanah, menunjukkan status sosial kebangsawanan
yang bersangkutan.
”Panggung itu dahulu banyak didirikan oleh kalangan
bangsawan. Biasanya lengkap dengan mandapa atau pandapa (pendopo),” kata
R. Ajeng Munirah (74 tahun), salah satu dari anggota keluarga Keraton Sumenep.
Beberapa bangunan rumah panggung atau panggung di Sumenep
sudah banyak yang memprihatinkan. Kebanyakan sudah tinggal bekas dan sekaligus
kisahnya. Ada juga yang sudah beralih fungsi, dipugar dan kehilangan nilai
sejarahnya. Beberapa bangunan yang disebut panggung seperti dalem
(kediaman) Ratu Tirtonegoro, Ratu Afiah di Moncol, dan lainnya.
Sebutan panggung juga kadang digandeng dengan sang
pemilik. Salah satu putra Panembahan Sumolo misalnya, yaitu Pangeran
Kusumodiningrat, dikenal dengan sebutan Pangeran Panggung.
Selain panggung, di masa selanjutnya, kediaman ini juga
disebut Loteng. Namun hanya beberapa tokoh saja yang memiliki bangunan ini.
Disebut loteng karena memiliki lantai atas. Meski sebutan panggung juga
sekaligus memiliki makna rumah tinggi dan sekaligus berlantai.
Artinya, meski selanjutnya disebut juga loteng bukan
berarti di masa-masa awal keberadaan rumah panggung tidak ada yang berlantai
dua atau bahkan lebih. Namun umumnya tidak berlantai atas. (bersambung)
Ng
2 Komentar
Coba situs makam d desa tamidung di babar..
BalasHapushttps://www.ngoser.id/2019/11/kien-bie-seng-dan-jejak-imigran-cina-di-sumenep.html
Hapus