Taman Sare Keraton Sumenep. (Foto/Repro Istimewa) |
Ngoser.ID - Keraton Sumenep merupakan daya tarik
utama kabupaten paling timur di nusa Madura ini. Keberadaannya yang satu paket
dengan Masjid Agung nan megah, juga kompleks Pasarean para Raja Sumenep yang
dikenal keramat, menjadikan Sumenep tiada duanya di Provinsi Jawa Timur.
Bicara keraton, salah satu lokasi yang
menjadi daya tarik utamanya ialah Taman Sare (taman sari). Umumnya, banyak orang
mengenal “kolam” luas yang artistik dan kuna itu sebagai tempat pemandian.
Karena berada di tengah-tengah bangunan keraton, otomatis informasi yang
berkembang hingga detik ini, taman sare merupakan kolam atau taman pemandian
para putri keraton. Yaitu putri-putri raja dan juga permaisuri atau garwa
lainnya.
Benarkah demikian?
Dalam beberapa tulisan, baik yang
berbentuk berita, features, atau artikel berkaitan dengan budaya
Sumenep, khususnya keraton, hampir seluruhnya menyebut Taman Sare
berfungsi sebagai mana yang disebut di atas.
Ambil contoh dalam bahasan pemaknaan Labang
Mesem, yaitu pintu masuk utama keraton. Dalam sebuah versi, penyebutan Labang
Mesem karena di atas Labang Mesem itu, yang merupakan sebuah loteng
kecil, raja biasa mengawasi area sekitar keraton.
Ketika itu, raja disebut juga mengawasi
isteri, dan putri-putri keraton, serta dayang-dayang yang sedang mandi di Taman
Sare, yang berada tepat di sebelah timur Labang Mesem. Saat
memperhatikan pemandangan kolam dan mereka yang mandi di sana itulah, raja
lantas tersenyum, atau mesem.
Meski versi ini jelas dibantah keras
oleh beberapa pemerhati sejarah Sumenep, maupun dari pihak keluarga besar
keraton Sumenep. Ketua Perfas (Persatuan
Famili Sumenep) sekaligus pemangku adat Kasultanan
Sumenep, Ir. R. P. Much. Muchtar Atmokusumo mengatakan versi itu tidak berdasar
pada riwayat tutur sesepuh keraton.
“Sangat tidak benar jika dikatakan raja
berlaku seperti itu. Hal itu merupakan penyesatan sejarah,” ujarnya.
Begitu juga menurut R. P. M. Mangkuadiningrat,
salah satu sesepuh di kalangan keluarga keraton Sumenep lainnya, belum ada satupun
riwayat kuna yang menceritakan hal itu. ”Asal-usul penamaan Labang Mesem
dari kisah tersebut baru saya dengar. Terasa aneh. Kalau riwayat tutur sesepuh
turun-temurun, tidaklah demikian,” kata Mangku, beberapa waktu lalu.
Dari Tim Ngoser (Ngopi Sejarah) Sumenep,
R. B. Ja’far Shadiq dan R. B. Hairil Anwar juga menilai versi tersebut tidak
mengakar pada sumber keraton. Apalagi jika dilihat dari segi etika, hal itu
tidak mencerminkan style keluarga keraton Sumenep, khususnya dinasti terakhir.
Personel Ngoser
lainnya, Imam Alfarisi menilai info yang demikian
merusak citra penguasa Sumenep kala itu. Hal itu
juga disebutnya sama sekali tidak menunjukkan karakter
raja dinasti terakhir. ”Dinasti Bindara Saut, yang di dalamnya ialah Panembahan
Sumolo dan Sultan Abdurrahman adalah penguasa-penguasa yang alim dan sekaligus
arifbillah, serta menjunjung etika tinggi. Versi tersebut cenderung seolah-olah
mengedepankan syahwati,” katanya.
Kembali pada Taman Sare, sekalipun tidak
menutup kemungkinan penguasa atau raja Sumenep biasa naik ke atas loteng labang
mesem dan mengamati pemandangan taman, penyebutan Taman Sare sebagai lokasi
pemandian juga dibantah oleh Muchtar Atmokusumo.
“Taman Sare bukanlah lokasi pemandian,
apalagi pemandian putri-putri dan isteri-isteri raja,” tegasnya.
Muchtar menganggap sejarah Sumenep sudah
tidak sahih lagi, khususnya berkaitan dengan keraton. Oleh karenanya, Muchtar menginginkan
segera dilakukan pelurusan sejarah.
“Maka saya sampaikan perlu pelurusan
sejarah, apalagi taman sare yang titik kajian dan pitutur sahih adalah
sumber air. Jadi keraton senantiasa dibangun di dekat sumber mata air. Ada pun
tembok adalah sebagai pengaman sumber. Tembok itu sekarang jadi penelitian tim
BPCB, dan kajian saya berdasarkan pitutur lisan dan saksi sejarah yang hidup,”
ungkapnya.
Pernyataan Muchtar ini, disamping
meluruskan informasi mengenai Taman Sare, disebutnya juga sebagai sanggahan
salah satu versi sebab penamaan Labang Mesem. “Ini sanggahan bahwa raja
mengawasi puteri dan permaisurinya dari pintu beratap tiga (Labang Mesem;
red),” imbuhnya.
Lalu bagaimana dengan tiga pintu di
kolam yang memiliki filosofi dengan macam-macam khasiat yang berbeda? Muchtar
mengatakan kalau hal itu didukung oleh riwayat tutur keluarga keraton.
Seperti yang bisa dilihat langsung, di
Taman Sare terdapat tiga pintu masuk, di mana masing-masing pintu dipercaya
memiliki beragam kelebihan. Pintu pertama misalnya, di pintu ini tertulis
keterangan bahwa jika masuk melaluinya dipercaya dapat membuat pengunjung yang
melintasinya terlihat awet muda, serta dimudahkan dalam mendapatkan jodoh dan
keturunan.
Sementara di pintu kedua, di situ
diyakini dapat meningkatkan karir atau jabatan seseorang. Sedangkan pintu
terakhir, atau pintu yang ketiga diyakini dapat meningkatkan kereligiusan orang
yang melintasinya menuju kolam. Tentunya dengan catatan, bahwa hal itu tak
lepas dari kehendak Sang Kuasa.
“Mengenai tiga pintu itu, iya (memiliki
dasar riwayat keluarga keraton; red), namun sekali lagi mengenai Taman Sare
bukanlah pemandian para putri dan permaisuri. Mengenai itu panjang
penjelasannya, saya harap nanti bisa dibahas lebih rinci lagi,” tutup Muchtar.
Ng
0 Komentar