Ilustrasi manusia raksasa. (Foto/Istimewa/bersumber pada manado.tribunnews.com) |
Ngoser.ID - Cerita tentang Landaur merupakan salah satu kisah folklore yang sudah hampir tertimbun reruntuhan zaman kuna di pulau Garam.
Di kawasan Madura Timur atau Sumenep,
Landaur merupakan salah satu kisah pengantar tidur. Kisahnya tidak memiliki
alur yang jelas. Landaur hanya sebutan bagi sosok manusia berukuran super
jumbo. Sebutan lainnya ialah raksasa, atau gergasi.
Namun Landaur tidak berkonotasi negatif.
Kisah Landaur di Sumenep bukan kisah mitologi seperti di kawasan luar, bahwa
ada mahluk raksasa atau gergasi, yang di suatu masa merupakan mahluk buas yang
suka makan manusia.
Nah, sebenarnya kisah Landaur juga dipicu
oleh keberadaan makam-makam kuna yang berukuran panjang. Panjang sekali, jauh
dari ukuran normal. Ada yang sampai delapan meter hingga sepuluh meter. Mungkin
masih ada yang lebih panjang dari itu.
Pusara di Mandaraga
Salah satu makam berukuran panjang di
Sumenep ialah di kawasan Mandaraga. Kawasan ini masuk wilayah kecamatan
Ambunten.
Di sana ada makam panjang yang dikeramatkan
warga setempat, bahkan mayoritas warga Sumenep lainnya.
Sosok yang dimakamkan di tempat itu
sejatinya merupakan sosok istimewa. Sosok ini tidak pernah disebut Landaur.
Meski ukuran makamnya memang mirip dengan makam-makam lainnya yang diklaim
sebagai makam Landaur.
Makam di Mandaraga ini ialah makam salah
satu penguasa Sumenep di masa lampau. Pangeran Mandaraga namanya. Diduga, nama
tersebut bukanlah nama sebenarnya. Namun nisbat tempat saja, yakni Pangeran
atau penguasa yang berkedudukan atau berdomisili di Mandaraga.
Dalam naskah kuna Pangeran Mandaraga
merupakan anak Raja Joharsari. Pangeran Mandaraga memiliki dua anak laki-laki,
satu berada di Bukabu (dikenal dengan Pangeran Bukabu), dan satunya lagi berada
di Baragung (dikenal dengan Pangeran Baragung.
Pusara di Rubaru
Di kecamatan Rubaru, tepatnya di desa
Basoka, terdapat juga makam panjang. Tak hanya satu, di sana bahkan ada dua
makam berukuran sekitar 10 meter lebih. Hanya saja kedua makam tidak
berdampingan.
Makam tersebut dikenal masyarakat dengan
sebutan Buju’ Lanjang. Lanjang merupakan bahasa Madura yang bermakna panjang.
Namun, hingga kini masih belum diketahui
asal-usul dua buju’ tersebut. Sebab menurut warga sekitar, sejak dulu makam
panjang itu sudah ada sejak desa Basoka masih berupa hutan belantara.
Warga setempat menilai, jika dua buju’ itu
adalah suami-istri Landaur atau manusia terpanjang di daerah tersebut.
Masyarakat setempat juga percaya, sosok di
sana itu dulunya adalah dua pasangan suami istri yang sakti.
Pusara di Bluto dan Batang-batang
Menurut kisah K. Rifki, salah satu tokoh di
Aengbaja, Bluto, di kawasan Bluto juga terdapat makam Landaur.
“Menurut kisah warga setempat makam Landaur
memang ada di Bluto ini,” kata Rifqi.
Yang dikatakan Rifki ini juga dinyatakan
oleh Rusydi salah satu warga Batang-batang. Yakni makam Landaur juga ada di
Batang-batang.
“Kisah Landaur di Batang-batang sangat
dikenal. Makamnya juga masih ada,” tutur Rusydi.
Dalam pantauan ngoser.id, di
Batang-batang tak hanya ada makam Landaur, namun juga ada makam Buju’ Lanjang.
Nama atau sebutan yang sama dengan yang ada di Rubaru.
“Kalau melihat kisah-kisah yang bertebaran
itu, bisa jadi memang Landaur ini terdapat di beberapa tempat di Sumenep. Meski
sifatnya folklore, namun ini merupakan kearifan lokal yang mesti dilestarikan,”
kata R. Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep.
“Kajian sejarahnya mungkin dalam sisi
arkeologinya. Seperti peninggalan makam-makam kuna yang berukuran panjang itu,”
tambah pria yang berprofesi sebagai guru ini.
2 Komentar
Kebarat pasar ganding,dbaratnya gudang kaca,utara jalan,kurang lebih 300 meter kebarat pasar ganding,ada makam panjang juga,menurut ceritanya,juga makam landaur
BalasHapusKalau memungkinkan Tim ngoser.id bisa menelusuri jejak keberadaan makam Somarangan yang ada di Desa Sokarammi Paseser Kec. Nonggunong Pulau sapudi yg konon beliau adalah keturunan dari Suro Adimenggolo V yg makamnya ada di area Asta tinggi Sumenep
BalasHapus