Kolase Pasarean Pangeran Katandur di Desa Bangkal, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Madura (Foto/Tim)
“Terutama di malam Jum’at,
dan bulan Ramadlan,” kata Imam Alfarisi, salah satu anggota Komunitas Ngopi
Sejarah (Ngoser) pada Ngoser.ID.
Para peziarah ada yang sendiri-sendiri, namun
tidak sedikit yang berkelompok atau berjamaah. Datang tanpa langsung pulang,
juga ada. Dalam pantauan media ini, tidak jarang yang berhari-hari menghabiskan
waktu di pasarean tokoh asal Kudus ini.
“Betah di sini. Biasanya, saya memang ke
sini untuk bertawasul. Alhamdulillah setiap punya hajat, Allah kabul,” kata
seorang pria sebut saja Arif, dari luar kota Sumenep, di suatu hari yang cerah.
Pangeran Katandur memang begitu dekat bagi warga Sumenep. Sosok asal negeri
Kudus ini memang dikenal sebagai tokoh berjasa di bidang pertanian. Bahkan dari
imbas “nandurnya” atau bertani, muncul ikon sapi dan karapannya.
“Ju’ Katandur
itu seorang ulama yang alim di bidang agama. Namun berdakwah dengan salah
satunya ‘nandur’ atau mengajarkan cara bertani,” kata R. Idris, salah satu tokoh
Sumenep yang bersusur galur nasab ke Pangeran Katandur.
Berasal dari Kudus,
tinggal di tempat tandus, hanya untuk bertani? Bagaimana kisahnya?
Kedatangan
Pangeran Katandur banyak dikabarkan oleh beberapa literatur sejarah di Sumenep.
Kendati tidak secara utuh.
“Beliau bernama Sayyid Ahmad Baidlawi. Seorang
pangeran dari Kudus. Ayahnya bernama Panembahan Pakaos, salah satu anak Sunan
Kudus,” jelas Idris.
Mantan Sekda Sumenep itu menyebutkan bahwa nama Pangeran
Katandur bermakna seorang pangeran yang ‘nandur’.
“Pendekatan dakwah ulama kan
memang berbeda. Beliau dengan mengenalkan ilmu pertanian,” imbuh Idris, di
rumahnya, di kampung Pangeran Le’nan Kepanjin beberapa waktu lalu.
Yang
dikatakan Idris memang sesuai dengan fakta sejarah. Di kalangan Wali Sanga
misalnya, dakwah bisa dari jalur kesenian. Seperti Sunan Kalijaga yang
menggunakan media wayang. Sunan Bonang dan Sunan Giri yang menciptakan tembang.
Begitu juga Sunan Ampel dan lainnya.
“Dari sana kemudian didapat simpati
masyarakat yang mulai mendekat. Baru setelah itu dikenalkanlah ilmu agama dan
alat-alatnya,” kata R. Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep.
Dakwah Pangeran Katandur tidak hanya mengatasi masalah pembumian Islam, atau
kehausan masyarakat akan Islam yang kaffah, namun seiring dengan itu juga
menjadi pemecah masalah ketahanan pangan di Sumenep.
Lahan-lahan yang luas nan
tandus itu dibajak. Diajarkan ilmu-ilmunya. Digunakanlah sarana sapi, dan lain
sebagainya.
Hasil bumi melimpah, Sumenep makin bertuah.
Ng (tulisan ini pernah
dimuat di Media Center Sumenep, dan Mata Madura)
0 Komentar