Potret kubah pasarean Pangeran Jimat di Asta Tinggi pada tahun 1926. (Sumber: pinterest.com)
Ngoser.ID – Sumenep
dan Pamekasan sejak abad 17, tepatnya beberapa saat pasca invasi Mataram ke
Madura, menjadi satu. Meski dalam prakteknya, kedua wilayah memiliki sistem
pemerintahan tersendiri.
Namun sebagaimana yang disebut oleh
Zainalfattah dalam bukunya, penguasa Pamekasan di suatu masa berada di bawah
Sumenep.
Peristiwa tersebut dimulai sejak Pangeran
Gatutkaca alias Adikoro I menjadi menantu Tumenggung Yudanegara (Adipati
Sumenep yang memerintah 1648-1672).
Gatutkaca merupakan satu-satunya pewaris
Ronggosukowati (1530-1616) yang masih hidup pasca peristiwa gugurnya hampir
seluruh bangsawan Pamekasan.
Tidak dijelaskan bagaimana kisah selamatnya
putra Pangeran Purboyo dengan gadis dari desa Plakpak itu.
Kala itu di Madura, semua penguasanya gugur
dalam invasi Mataram. Di barat, Raden Koro. Ia menyisakan penerus bernama Raden
Praseno, yang di kemudian hari dikenal sebagai Pangeran Adipati Cakraningrat I
(1624-1648).
Di ujung timur Nusa Garam, Raden Abdullah
alias Pangeran Cakranegara I juga gugur. Satu-satunya pewaris beliau bernama
Raden Bugan, kelak kembali ke Sumenep dan naik tahta dengan gelar Raden
Tumenggung Yudanegara. Gelar lainnya ialah Pangeran Macan Ulung.
Baik Raden Bugan maupun Raden Koro memiliki
kisah bagaimana diri keduanya lolos dari “pemusnahan trah Madura” oleh Mataram
itu.
Raden Bugan diselamatkan pengikut ayahnya
dan dibawa ke Cirebon. Di kemudian hari ia mendapat perhatian Mataram dan
berhasil menaklukkan Blambangan bersama Kiai Kwanyar (Pangeran Purnajiwa).
Raden Praseno malah disukai Sultan Mataram.
Diasuh dan dijadikannya saudara ipar.
Tinggal kisah Gatutkaca. Ke mana ia pasca
invasi? Yang jelas tahta Pamekasan tetap jatuh kepada Pangeran Ario Adikoro I
tersebut.
Keris Se Jimat
Pangeran Gatutkaca dikenal sebagai sosok
yang bijaksana. Beliau juga merupakan raja yang gagah perkasa sebagaimana
Gatutkaca dalam kisah pewayangan.
Pangeran Adikoro I ini dikenal dengan
senjata pusakanya yang kesohor akan kesaktiannya. Yaitu keris pusaka Se Jimat.
Sebagaimana para raja pada umumnya, Adikoro
I juga memiliki beberapa selir (garwa ampian) di samping isteri utama (garwa
parameswari atau permaisuri).
Dari permaisuri lahir di antaranya Pangeran
Rama (1678-1709). Ibunya merupakan putri raja Sumenep, Yudanegara.
Sedang dari seorang selirnya, Adikoro I punya seorang anak bernama Raden Mas Asral.
Asral dikenal mirip wajahnya dengan
Gatutkaca alias Adikoro I. Sehingga oleh ayahnya digelari Gatutkaca II.
Asral dibesarkan di luar tembok keraton.
Ibunya merupakan selir yang tidak dibawa ke istana. Namun oleh Adikoro I
ternyata si selir dititipi Keris Se Jimat. Dan pesannya agar diberikan jika
dari rahim selir itu lahir anak Adikoro I.
Setelah agak dewasa, Asral diperintah
ibunya agar menghadap ayahnya dan meminta pengakuan. Karena Asral membawa keris
Se Jimat, ditambah wajahnya yang bagaikan cerminan Adikoro I, dirinya langsung
didudukkan di kursi singgasana.
Gatutkaca sangat menyukainya. Dan di
hadapan banyak orang mengatakan bahwa siapapun yang memiliki keris Se Jimat di
kemudian hari, maka dia akan menjadi penggantinya dan berhak atas tahta
Pamekasan.
Setelah Gatutkaca I alias Adikoro I mangkat
pada 1708, maka diangkatlah Raden Tumenggung Joyonegoro (putra Adikoro I yang
kedua, yang lahir dari permaisuri) sebagai penggantinya.
Namun Joyonegoro rupanya tidak tenang
karena Keris Se Jimat berada di tangan adik seayahnya, yaitu Raden Asral.
Joyonegoro pun berusaha merebut keris
tersebut. Yang tentu saja mendapat perlawanan dari Asral. Puncaknya Joyonegoro
terbunuh dalam sebuah insiden.
Asral didukung oleh mayoritas keluarga
Pamekasan, dan lantas naik tahta dengan gelar Raden Tumenggung Ario Adikoro II
(1708-1737).
Sementara putra mahkota atau putra tertua
Adikoro I, yaitu Pangeran Rama sudah menduduki tahta Sumenep, warisan dari
kakek dari pihak ibunya.
Pangeran Rama pun rupanya tak terlalu
peduli dengan sengketa di Pamekasan. Namun Pangeran Rama cukup bijak dengan
mendukung Asral, kendati Joyonegoro adalah saudara seayah seibunya.
Sengketa Berujung Bersatu
Setelah Pangeran Rama di Sumenep wafat,
tahta keraton Sumenep dilanjutkan oleh menantunya, yaitu Pangeran Wiromenggolo (1709-1721).
Sepeninggal Wiromenggolo, tahta diberikan
pada Raden Ahmad alias Pangeran Jimat (1721-1744), anak laki-laki Pangeran Rama
yang telah dewasa.
Pangeran Jimat dikenal alim, sakti dan
linuih. Namun juga keras, tegas, dan bercita-cita meluaskan wilayah Sumenep.
Di masanya, duduk pula seorang tokoh alim
dan bijaksana bernama Raden Demang Wongsonegoro, yang berkedudukan sebagai
Patih di Sumenep.
Di masa Pangeran Jimat, Pamekasan dan
wilayah Besuki beserta sekitarnya berada di bawah taklukan Sumenep.
Kisah penaklukan Pamekasan tak bisa lepas
dari sengketa keris Se Jimat yang ada pada Adikoro II (Asral).
Mengingat bahwa kedudukan ayahnya selaku
anak tertua Adikoro I, Pangeran Jimat lantas dengan baik-baik meminta Adikoro
II agar menyerahkan keris tersebut pada dirinya.
Tentu saja Adikoro II keberatan. Bukan soal
kerisnya, namun berkaitan dengan wasiat Adikoro I, bahwa kuasa Pamekasan
bergantung pada siapa pemilik Keris Se Jimat.
Karena Adikoro II menolak, akhirnya Pangeran
Jimat menantang pamannya itu berperang. Meski sadar bukan tandingan
keponakannya itu, Adikoro II menerima dengan terpaksa.
Singkat cerita, Adikoro II kalah. Keris Se
Jimat pun diserahkan kepada Pangeran Jimat. Sehingga secara de jure, bermakna
penyerahan kekuasaan atas Pamekasan.
Adikoro II lantas turun tahta pada 1737 dan
mengaji di Ampel hingga wafat. Beliau dikenal dengan gelar anumertanya, Adikoro
Seding Ampel.
Sebagai pengganti Adikoro II, Pangeran
Jimat menunjuk keponakannya, yaitu anak Pangeran Wiromenggolo, yang bernama
Raden Baskoro sebagai Adipati Pamekasan dengan gelar Raden Tumenggung Ario
Adikoro III (1737-1743).
Adikoro II meninggalkan beberapa anak,
salah satunya bernama Raden Ismail. Ismail ini kelak diangkat menjadi Adipati
Pamekasan bergelar Raden Tumenggung Ario Adikoro IV. Beliau wafat dalam
peristiwa Ke’ Lesap di Bulangan pada 1750 M.
(Tulisan ini pernah ditayangkan di
matamaduranews.com pada tanggal 1 April 2020)
MM/Ng
0 Komentar