Aankomst Diepo Negoro te Magelang, ilustrasi Diponegoro saat disambut barisan kehormatan dan diantar Kolonel Cleerens. (Sumber: pinterest.com)
Ngoser.ID – Meski
dalam versi sejarah tutur di Sumenep, setelah dijebak dan ditawan oleh Belanda,
Pangeran Diponegoro dibawa ke bumi Jokotole ini, namun keberadaannya tidak
banyak dibincang.
Diponegoro beserta sebagian keluarganya
oleh Sultan Abdurrahman ditempatkan di Kepanjin (sekarang kampung Bujanggan),
sebelah utara keraton Sumenep. Saat berada di Sumenep, Diponegoro diriwayatkan
banyak melakukan laku tirakat dan sekaligus berkhalwat. Beliau juga sering
menyepi di kuburan-kuburan keramat tokoh-tokoh besar Sumenep.
Nah, salah satu lokasi yang sering menjadi
sasaran khalwat Pangeran Diponegoro, ialah sebuah tempat sunyi di sebelah barat
pemakaman Raja-raja Sumenep alias Asta Tinggi. Lokasi tersebut yang paling
masyhur diceritakan. Meski bukan satu-satunya tempat pangeran asal keraton
Jogjakarta itu dalam menjalani laku tapanya.
Lokasi Menyepi Para Raja
Saat berada di Sumenep, Pangeran Diponegoro
selalu diawasi. Sehingga oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, beliau
ditempatkan di kediaman salah satu putra utamanya, yaitu Pangeran Ario
Suryoamijoyo. Sang Pangeran ini lantas diambil sebagai menantu oleh Pangeran
Diponegoro. Dinikahkan dengan salah satu putrinya yang bernama Raden Dewi
Ratih.
Di kediaman sang menantu itu (sekarang
bernama Kampung Bujanggan), Pangeran Diponegoro memiliki tempat khusus untuk
berkhalwat. Kemudian dengan sembunyi-sembunyi, pemimpin Perang Jawa (1825-1830
M) ini kerap meninggalkan kediaman menantunya. Tentu saja hal itu diketahui
Sultan dan Pangeran Suryoamijoyo. Keduanya selalu menutupi hal itu. Dan bahkan
memberi akses pada Pangeran Diponegoro untuk aktivitas spiritualnya.
Tempat yang dipilih Pangeran Diponegoro
ialah sebuah goa di sebelah barat Asta Tinggi. Dalam catatan Kangjeng
Zainalfattah di bukunya, “Sedjarah Tjaranja Pemerintahan di Daerah-daerah di
Kepulauan Madura dengan Hubungannja”, goa itu bernama Kalabangan.
“Tokoh yang dikenal pertama kali bertapa di
goa itu ialah Pangeran Lor I, Adipati Sumenep setelah ayahnya, Tumenggung
Kanduruan,” kata RB Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep.
Pangeran Lor I memerintah Sumenep antara
tahun 1562-1567 M. Sementara ayahnya, Tumenggung Kanduruan memerintah pada
1559-1562 M. Kanduruan ialah salah satu putra dari Raden Fatah, Sultan Demak
pertama.
Kembali pada lokasi pertapaan Pangeran
Diponegoro, di tempat itu ada pohon Nangger yang dikenal dengan nama Nangger
Pangongngangan. “Dulu biasa dipakai orang untuk ngongngang atau melihat
datangnya awal bulan,” cerita Nurul.
Karena yang bertapa adalah seorang raja,
maka sejak saat Pangeran Lor I, daerah itu menjadi tempat khusus yang dijaga
oleh orang khusus pula dari Keraton. “Bahkan penjaga gua itu diberi hak
memanfaatkan tanah sekitar pertapaan. Sekaligus juga memanfaatkan sarang burung
dalam gua,” jelas Nurul.
Lokasi pertapaan Pangeran Lor ini di masa
mendatang juga digunakan oleh Sultan Sumenep, Abdurrahman Pakunataningrat.
Itulah sebabnya kenapa Pangeran Diponegoro saat berada di Sumenep juga memilih
tempat tersebut untuk berkhalwat. “Tentu juga karena didukung adanya alasan
historis,” imbuh Nurul.
Dikenal dengan nama Kasengan
Lokasi menyepi Pangeran Diponegoro, di
kemudian hari menjadi nama sebuah desa, yang secara administratif kini masuk
wilayah kecamatan Manding.
“Dikenal dengan nama Kasengan,” kata Nurul
Hidayat, narasumber di atas.
Nurul menjelaskan, sebutan Kasengan berasal
dari bahasa Madura, yaitu ka asengan. Maknanya: ke pengasingan atau tempat
untuk diasingkan. “Dalam hal ini konteksnya mengasingkan diri alias
berkhalwat,” imbuh Nurul.
Mengasingkan juga bermakna uzlah,
menjalankan laku tirakat dengan menjauhkan diri dari keramaian. Orang biasa
menyebut dengan kata lain: bertapa.
“Meski demikian, sejak kapan mulai disebut
Kasengan itu ada dua versi. Versi pertama sejak Pangeran Lor I sering
berkhalwat di tempat itu. Dan versi kedua, sejak Pangeran Diponegoro menyepi di
sana,” kata Nurul.
Nurul sendiri cenderung pada versi kedua.
Yaitu sejak Pangeran Diponegoro menyepi di tempat tersebut. Alasannya kata
asengan atau pengasingan.
“Dalam sejarah Pangeran Diponegoro ini
orang yang diasingkan. Atau orang yang berada di tempat pengasingan. Meski
secara historis, lokasi pertapaannya di Kasengan itu sudah menjadi pilihan
tokoh-tokoh Sumenep sebelum beliau ada di sana,” tegas Nurul.
Ng
1 Komentar
Saluuut ngoser mantaaaps
BalasHapus