Ilustrasi priyayi nusantara dengan seorang nona Belanda. Diambil dari Ilustrasi dari Film Soekarno (2013). (Foto: Istimewa)
Ngoser.ID – Pernikahan
antar suku, ras, dan bangsa merupakan kejadian yang biasa terjadi. Meski tidak
umum. Karena pada dasarnya, apalagi di masa dulu, pernikahan juga tidak bisa
lepas dengan soal budaya dan tradisi. Apalagi pula, dominasi suatu bangsa dan ras
atas golongan lainnya yang berbeda secara sebab dua hal tersebut, juga
berpengaruh besar.
Di Indonesia pernikahan antar ras sudah
sering terjadi dan berjejak sejak masa kolonial. Namun sebagai bangsa terjajah
kala itu, terdapat ketimpangan yang begitu tajam. Sehingga tidak jarang
dijumpai banyak kasus wanita pribumi yang diperisteri para bule Eropa. Baik
secara sah maupun yang sifatnya sebagai gundik.
Sehingga kala itu hampir jarang ditemui,
mengingat salah satunya ada aturan tertulis, bahwa seorang wanita Eropa yang
akan dinikahi pria Asia atau pribumi harus mengikuti beragam prosedur rumit.
Meski tetap ada kasus pernikahan pria Asia dengan wanita Eropa, namun hal itu
dipandang sebagai suatu hal yang luar biasa.
“Kasus perempuan Eropa yang menikahi lelaki
Asia sangatlah luar biasa. Pada abad ke-18 diperlukan persetujuan khusus dari
Gubernur Jenderal,” tulis Tineke Hellwig dalam Citra Kaum Perempuan di Hindia
Belanda.
Seandainya ada, kebanyakan pernikahan tetap
dilakukan sesuai tradisi agama si wanita Eropa. Dan lagi, karena VOC belum
mengeluarkan hukum khusus tentang pernikahan lelaki bumiputera dengan perempuan
Eropa. Maka konsekuensi status hukum pernikahan tersebut tak jelas. Misalnya
bagaimana status suami dan istri. Berikut pula pembagian hak dan kewajiban
mereka dan keturunannya.
Di Jawa, seorang bangsawan Semarang, Raden
Saleh, sekaligus pelukis sohor bumiputera, menikah dengan perempuan keturunan
Eropa. Kejadian itu menurut sebuah catatan terjadi setelah Hukum Sipil terbit
pada 1848.
Hukum yang dari orang-orang Eropa yang
menentukan bahwa laki-laki Indonesia yang menjadi pasangan resmi perempuan
Belanda akan mendapatkan klasifikasi Eropa seperti istrinya melalui perkawinan.
“Raden Saleh memberikan contoh bagi
generasi orang Indonesia berikutnya yang belajar ke Belanda dengan menikahi
perempuan Eropa ketika pulang ke Indonesia,” tulis Jean Gelman Taylor dalam
Kehidupan Sosial Batavia.
Pembesar Madura Nikahi Wanita Eropa
Lantas bagaimana dengan Madura? Dalam
beberapa sumber, ternyata ada beberapa tokoh di pulau Garam yang juga menjadikan
wanita Eropa sebagai salah satu isterinya. Uniknya, para wanita Eropa itu
justru tidak sebagai isteri utama. Padahal secara kelas, kalangan penjajah itu
sejak lama dengan seenaknya menempatkan bangsanya sebagai ras unggul.
Dalam catatan Madura, setidak ada dua atau
lebih pembesar nusa ini yang menikahi wanita Eropa. Tokoh pertama yang tercatat
menjadikan wanita kulit putih itu sebagai isteri ialah Panembahan Pamekasan
yang bergelar Mangkuadiningrat ( memerintah 1804-1842).
Saudara muda dari Sultan Abdul Kadir
Cakraadiningrat ini, dalam catatan keluarga Mangkuadiningrat, memiliki seorang
putri bernama Raden Ayu Panji Sosrowinoto di Blega. Sang putri ini dalam
catatan tersebut diketahui beribukan seorang wanita Eropa yang ditulis dengan
ejaan lama “Njonja Belanda” dari Besuki. Si Njonja ini disebut berasal dari
familie Sleebos.
Selain Panembahan Pamekasan, pembesar
Sumenep, yaitu Sultan Pakunataningrat juga tercatat memiliki salah satu isteri
(selir) berkebangsaan Eropa. Salah satu putra Sultan Sumenep, yaitu Raden Ario
Joyowinoto, dalam catatan silsilah Keraton Sumenep, disebut beribukan Andreena
atau Andreana. Andreana menurut sebuah riwayat keraton diganti namanya menjadi
Fatimah oleh Sultan Sumenep.
Jejak Andreana masih bisa ditemukan di
kawasan Asta Tinggi. Sang putri yang disebut-sebut sebagai salah satu anggota
keluarga Kerajaan Belanda ini memang dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja
Sumenep. Andreena memang masih memiliki garis hubungan darah yang cukup dekat
dengan penguasa Negeri Kincir Angin kala itu: Willem Frederik George Lodewijk
van Oranje-Nassau.
Sultan Sumenep yang dikenal kealiman dan
kecerdasannya, juga dikenal sebagai diplomat ulung. Sehingga beliau dikagumi
dan disegani oleh bangsa Belanda. Sumenep di masa beliau begitu tenteram dengan
perkembangan kebudayaan yang begitu pesat. Sehingga banyak naskah-naskah
Sumenep yang tersimpan di negeri Wilhelmina itu hingga saat ini.
Selain kedua pembesar Madura ini masih ada
lagi tokoh-tokoh bangsawan asal pulau garam yang menikahi wanita Eropa. Tentu
saja mereka tidak pernah tunduk pada aturan yang dibuat negeri kincir angin.
Karena wanita-wanita itu diislamkan dan dinikahi secara Islam.
(tulisan ini pernah ditayangkan di situs
mamira.id tanggal 24 Juli 2021)
MBM/Ng
1 Komentar
Mungkin karena beliau2 di atas tokoh freemason sehingga dekat dengan bule.
BalasHapus