Ilustrasi. Lukisan kedatangan kapal Cornelis de Houtman saat berlayar ke Nusantara, oleh Hendrik Cornelis Vroom, pada Agustus 1759. (Koleksi Rijksmuseum Amsterdam) |
Ngoser.ID – Namanya
mungkin agak asing di telinga kita. Padahal pada masanya tokoh ini cukup
menarik perhatian banyak pihak, tak hanya bagi penguasa di Madura dan Jawa
melainkan juga pihak Kompeni. De Graf
dalam buku “Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura abad XVII”
menceritakan secara singkat kisah hidup Wassingrana dan keterlibatannya
membantu Trunajaya, serta tindak tanduknya dalam mengacaukan perairan Selat
Madura.
Wassingrana, diduga kuat berasal dari
Madura. Perannya cukup diperhitungkan saat Pemberontakan Trunajaya. Kala itu ia
bersama pasukannya ditempatkan di Kediri. Mereka bergerilya dalam melindungi
Trunajaya yang tengah dikepung oleh pasukan Gabungan, VOC dan juga pasukan
lainnya yang pro terhadap Mataram.
Sayang, tak berselang lama Trunajaya dapat
ditangkap akibat pasukan yang dikerahkan oleh VOC cukup besar, dan
pasukan-pasukan cadangan yang tersisa di Madura juga berhasil dilemahkan.
Trunajaya, pangeran dari Madura yang masih berhubungan keluarga dengan
raja-raja Mataram itu akhirnya dapat ditangkap dan dieksekusi mati oleh
Amangkurat II. Penguasa Madura itu dibunuh di hadapan istrinya dengan tikaman
keris di awal tahun 1680.
Pasca peristiwa tersebut, sisa-sisa laskar
gabungan dari tanah seberang seperti Makassar, Bugis dan Bali memutuskan
kembali ke daerahnya masing-masing. Tak terkecuali pasukan pimpinan
Wassingrana, mereka juga bergegas kembali ke tanah Madura. Kondisi keamanan
Madura yang tak begitu kondusif membuat Wassingrana kemudian hijrah ke
Panarukan melewati Blambangan. Di daerah inilah rupa-rupanya ia menyusun
kekuatan dan strategi, melanjutkan perjuangan yang dicita-citakan oleh tuannya
dahulu, Trunajaya.
Bajak Laut
Waktu terus berlalu, kondisi keamanan
Madura berangsur pulih. Ia mencoba memanfaatkan keadaan tersebut dengan cukup
cermat. Ia keluar dari persembunyiannya dan memberanikan diri kembali ke tanah
kelahirannya. Di sepanjang perjalanan ia bersama kelompoknya membuat berbagai
macam keonaran, merampok serta membegal orang-orang yang pro terhadap Mataram
dan juga VOC. Tak mengherankan jika banyak pihak merasa resah atas segala
tindakannya.
Meski demikian, di kemudian hari Penguasa
Mataram, Amangkurat II memberikan pengampunan atas segala kesalahannya. Di
saat-saat itu pula ia mulai
menampakkannya diri didepan publik. Selalu berjalan beriringan bersama Penguasa Madura Barat, Cakraningrat
II di Arisbaya.
Di daerah itulah ia dengan leluasa menyusun
berbagai gerakan dan siasat untuk menghajar kompeni. Ia mulai mengumpulkan
banyak orang untuk membantunya dalam mengacaukan perairan selat Madura yang
notabene merupakan salah satu jalur perdagangan terpenting kala itu. Dan untuk
yang kesekian kalinya, tindakannya kali ini benar-benar membuat risau
pemerintah pusat di Batavia.
Berbagai upaya segera dilakukan guna
mempersempit gerakannya. Pemerintah di Batavia memerintahkan anak buahnya,
martel yang seorang pembantu letnan untuk segera menagkap Wassingrana di markas
besarnya, namun usahanya kali ini tidak membuahkan hasil. Wassingrana melawan
dan berhasil meloloskan diri berkat dukungan dari penguasa setempat.
Eksekusi
Permasalahan di ujung Jawa bagian timur ini
terus bergulir dan berlangsung pelik. Penguasa di Batavia kembali mengutus
salah seorang kepala saudagar, Jeremias van Vielt untuk menyelesaikan segala
permasalahan yang ada, yang salah satu intruksinya masih terkait tindak tanduk
Wassingrana yang harus segera atasi bagaimanapun caranya.
Setibanya di Surabaya, intruksi tersebut
secara bertahap mulai dijalankan. Wassingrana yang kala itu menampakkan diri
bersama Cakraningrat II di Surabaya dijebak dalam sebuah tipu muslihat yang
dilakukan oleh dua orang perwira VOC, yakni
Martel dan Hirskon. Martel merupakan pembantu letnan yang sebelumnya diutus
untuk menangkap Wassingrana ketika di Arisbaya, Madura.
Ia rupanya terbuai dengan kata-kata manis,
dan secara tidak sadar ia digiring ke salah satu tempat peristirahatan Van Vliet
yang didalamnya telah menunggu puluhan serdadu bersenjata. Kegaduhan besar
terjadi, kedua belah pihak bersitegang, hingga akhirnya ia dengan tangan dan
kaki terikat berhasil dijebloskan ke dalam penjara.
Menindaklanjuti penangkapan tersebut,
kompeni lalu memasrahkan semua dakwaan termasuk eksekusinya kepada penguasa
Mataram. Wassingrana lalu dibawa ke pengadilan Mataram. Ia dijatuhi hukuman
mati. Eksekusinya berlangsung dramatis, dadanya ditusuk dengan keris dan
kepalanya ditancapkan di ujung tombak.
Refrensi :
De. Graaf. HJ . de. 1989. Terbunuhnya
Kapten Tack, kemelut di kartasura abad XVII, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Z.H Sudibjo Dan Soeparmo R. 1981 . Babad
Trunajaya dan Surapati, Jakarta : PN. Balai Pustaka
Mien Ahmad Rifai. 2007. Manusia Madura,
Yogyakarta : Pilar Media
(Tulisan ini pernah tayang di
sumeneptempodulu.or.id dengan judul “Wassingrana, pengikut setia Trunajaya yang
alih profesi jadi bajak laut”)
Faiq N/Ng
0 Komentar