Bagian depan rumah Nyai Talaga di Desa Talaga, Ganding, Sumenep. (Foto: sumenepkab.go.id)
Ngoser.ID – Tak
banyak tahu kalau di Kecamatan Ganding terdapat sebuah rumah yang sudah berusia
lebih dari dua abad. Rumah kuna ini diperkirakan seusia dengan bangunan Masjid
Jami’ Keraton Sumenep.
Dalam penelusuran Media Center, rumah
tersebut memang memiliki kaitan erat dengan keluarga besar Keraton Sumenep
dinasti terakhir (1750-1929). Pemilik awal rumah ini adalah adik kandung
Bindara Saot alias Kangjeng Raden Tumenggung Tirtonegoro, penguasa Madura Timur
pada 1750-1762, yang bernama Nyai Hamilah.
Di naskah silsilah Keraton Sumenep, Nyai
Hamilah dikenal dengan sebutan Nyai Talaga.
“Beliau adalah saudara seayah seibu dengan
Bindara Saot, selain Nyai Kadungdung di Pamekasan,” kata R. Ja’far Shadiq,
salah satu pemerhati sejarah di Kabupaten Sumenep, beberapa waktu lalu
Bindara Saot merupakan putra Kiai Abdullah
alias Entol Bungso, Batuampar. Saat ini Desa Batuampar masuk wilayah Kecamatan
Guluk-guluk Kabupaten Sumenep. Bindara Saot, Nyai Talaga, dan Nyai Kadungdung
lahir dari ibu bernama Nyai Narema (dalam catatan lain Nurima), putri Kiai
Khatib Bangil di Prongpong, Desa Kecer, Kecamatan Dasuk.
Putra Kiai Abdullah lainnya lahir dari
isteri kedua, yaitu Nyai Kursi. Di antaranya Bindara Ibrahim (Kiai Saba,
Batuampar), Nyai Tanjung di Desa Batuampar, Kiai Asiruddin di Bandungan, Nyai
Tengnga, dan Bindara Hasan.
Kembali ke Nyai Talaga alias Nyai Hamilah,
dalam sebuah catatan silsilah di Kecamatan Ganding, menikah dengan Kiai Shaleh
dari Desa Lembung, Kecamatan Lenteng. Kiai Shaleh adalah putra Kiai Bungso di
Desa Lembung.
“Menurut sebuah riwayat, Nyai Talaga
awalnya tinggal di bawah (sebutan untuk dataran rendah; red),” kata Ahmad Irfan
AW, salah satu pemerhati silsilah di Kabupaten Sumenep.
Rumah Nyai Talaga yang bisa disaksikan saat
ini memang berada di ketinggian alias bukit. Saat ini masuk wilayah kampung
Talaga Timur, Desa Talaga, Kecamatan Ganding.
Saat ini rumah Nyai Talaga ditempati
keturunannya. Yaitu keluarga almarhum Kiai Syukri.
“Menurut riwayat sudah tujuh turun yang
menempati rumah ini,” kata Junaidi, salah satu anak Kiai Syukri.
Menurut Junaidi, rumah yang bangunannya
didominasi oleh kayu itu memiliki kisah tersendiri.
“Menurut kisah sesepuh, kayu-kayu di rumah
ini merupakan bagian dari ranca’ (dahan) pohon jati yang dijadikan salah satu
material bangunan Masjid Jami’ Keraton,” kata Junaidi.
Dalam catatan sejarah, Masjid Jami’ Keraton
dibangun oleh Panembahan Sumolo pada tahun 1200 Hijriah atau 1785 Masehi, dan
selesai pada 1206 Hijriah atau 1791 Masehi. Sumolo adalah anak sekaligus
pengganti Bindara Saot. Jadi beliau adalah keponakan Nyai Talaga alias Nyai
Hamilah.
Hingga saat ini sekitar sembilan puluh
persen bangunan rumah Nyai Talaga masih original. Bahkan hingga lencak (tempat
tidur dari kayu) yang masih ada di dalam rumah berukuran kurang lebih 7 x 8
meter ini.
“Hanya bagian lantai teras saja yang dibuat
lebih rendah, dan sedikit tambahan atap teras depan,” jelas Junaidi.
(Tulisan ini pernah tayang di situs
sumenepkab.go.id edisi 22 Juni 2020)
Ng
0 Komentar