Sultan Sumenep (kanan) dan buku History of Java. (Sumber: istimewa)
Ngoser.ID – Penguasa-penguasa
pribumi di zaman feodal hampir identik dengan kisah-kisah kehidupannya yang
beragam dan tak jauh dengan informasi sejauh mana bobot kekuasaannya. Belum
lagi seputar pribadi tentang para perempuan cantik, isteri, dan selir-selir
yang menghiasi kehidupan seorang nata. Meski kadang ada yang dilebih-lebihkan,
dalam hal pemberitaan.
Namun tak sedikit juga penguasa yang
dikenal dalam hal kecendekiaannya. Seperti penguasa di Madura Timur atau
Songennep (Sumenep) ini misalnya. Yaitu Sultan Pakunataningrat. Memerintah pada
1811 sampai 1854 Masehi. Warga Sumenep lebih mengenalnya dengan sebutan Sultan
Abdurrahman.
Sang sultan yang lahir pada 1194 Hijriah,
yang jika dikonversi ke tahun Masehi sekitar 1780, ini memang dikenal sebagai
sosok penguasa yang alim, baik dalam bidang agama maupun umum. Beliau juga
dikenal menguasai banyak bahasa. Sultan yang satu ini memang dikenal pakar di
bidang bahasa, sastra, budaya, sejarah.
“Menurut riwayat turun-temurun di kalangan
keluarga keraton Sumenep, beliau menguasai sekitar 40 bahasa. Hal ini diyakini
sebagai salah satu karomahnya,” kata Zainal Abidin Amir, salah satu anggota
keluarga keraton Sumenep pada ngoser.id beberapa waktu lalu.
Mengenai biografi beliau secara singkat
sudah pernah diulas beberapa media, salah satunya dengan judul Sultan
Abdurrahman, Raja Sumenep Yang Sufi.
Letterkundige
Di masa pendudukan Inggris, Sultan
Abdurrahman dikenal dengan penghargaan yang diterimanya. Yaitu gelar Doktor
Honoris Causa di bidang Kebudayaan dari Kerajaan Inggris. Letterkundige
namanya. Bersama dengan gelar tersebut dihaturkan juga sebuah kereta Kencana.
Kereta tersebut selanjutnya menjadi salah
satu koleksi Museum Keraton Sumenep yang memiliki daya tarik tersendiri. Kereta
Melor, begitu orang Sumenep sejak dulu kala menyebut kereta yang konon tak
pernah digunakan oleh sang sultan ini.
Melor sendiri bahkan kehilangan makna
sesungguhnya. Sebab nama asli kereta tersebut ialah My Lord, kata asing
dari negeri British, yang artinya Tuanku atau Tuan saya.
Raja Yang Penulis
Sultan yang dikenal cendekia ini juga
diriwayatkan senang menulis.
Menulis banyak naskah kitab. Dan hal itu
umum atau biasa dilakukan pada waktu malam hari, yakni selepas melaksanakan
kewajibannya sebagai pemimpin negara.
Beberapa tulisannya, seperti tafsir
al-Quran saat ini disebutkan ada di museum Leiden, Belanda. Beliau juga dikenal
sebagai salah satu rujukan utama TS Rafflesh dalam penulisan buku The
History of Java.
Mengenai tulisan-tulisan lain beliau tidak
banyak yang diketahui oleh pihak keluarga keraton maupun keturunannya saat ini.
Beberapa keluarga hanya mengklaim menyimpan tulisan-tulisan tangan beliau dalam
bentuk saduran. Seperti kitab shalawat dan kitab Al-Quran.
Berlenterakan Para Pangeran
Sultan Sumenep diketahui memiliki 33 anak.
Terdiri dari 18 anak laki-laki dan 15 anak perempuan. Beberapa dari anak
laki-laki beliau berpangkat pangeran.
Ada kisah tersendiri yang menarik dalam hal
didikan sang raja yang cendekia ini terhadap anak-anaknya.
Mengenai kehidupan para pangeran, menurut
para sesepuh keraton, mereka sejak kecil dibiasakan hidup sederhana dan didikan
yang keras.
“Sultan dikenal tidak menyelimuti para
putranya dengan kemewahan. Bahkan jika diibaratkan, apa yang dibuat sebagai
nafakah keluarga beliau dari hasil berjualan bhiteng atau lidi kecil,”
kata Ahmad Rifa’i, juga anggota keluarga bangsawan Sumenep.
Istilah hasil jualan “bhiteng” ini jika
ditafsirkan, semua yang masuk dalam nafkah itu adalah harta yang benar-benar
halal dan tentu saja dalam jumlah yang tak banyak.
“Jualan bhiteng ini hanya istilah saja.
Karena tak mungkin seorang raja berdagang. Artinya beliau sangat berhati-hati
dalam urusan nafakah dan konsumsi untuk keluarga besarnya,” jelas Rifa’i.
Begitu sederhananya keluarga Sultan Sumenep
ini, bahkan ada salah satu anaknya yang dikenal tidak memiliki rumah, namun
sering dibantu oleh saudara-saudaranya.
Dalam hal didikan, Sultan Abdurrahman juga
dikenal menerapkan disiplin tinggi.
Seperti disebut di atas, bahwa sang sultan
setiap malam mengarang kitab atau menulis. Nah, dikisahkan saat menulis ini
beliau juga sekaligus memberikan pengajaran pada anak-anaknya.
“Karena malam maka digunakanlah lentera.
Uniknya, lentera penerang itu tidak digantung ke dinding atau tiang, tapi
dipegang oleh seorang pangeran atau salah satu putranya. Giliran setiap malam.
Mulai tengah malam sampai fajar. Jadi para pangeran itu giliran setiap malam
tak tidur,” kata Fahrurrazi salah satu anggota bangsawan Sumenep lainnya.
Ng
1 Komentar
Casino and Sportsbook in Michigan - Dr.MCD
BalasHapusWelcome to the first 전라북도 출장마사지 Casino and 전라북도 출장안마 Sportsbook in Michigan! Featuring casino 고양 출장마사지 games, daily promotions 강릉 출장안마 and daily sports betting! Click to learn more! Rating: 4 · 8 통영 출장안마 reviews