Potret kubah Patih Mangun di tahun 1939. (Sumber: pinterest.com) |
Ngoser.ID – Di
leher bukit itu, sebuah gapura besar berlumut tampak gagah menantang. Jarak
antara sisi masuk bagian kanan dan kiri sekira 3-4 meter. Tanpa pintu. Gaya
bangunannya mirip gapura masuk menuju area utama Asta Tinggi. Yang sejatinya
dahulu juga tanpa pintu pagar.
Lokasi ini juga masuk kawasan Asta Tinggi.
Namun di luar kompleks utama. Gapura itu merupakan jalan masuk menuju kawasan
pemakaman elit tokoh-tokoh tempo doeloe, salah satunya Pate Mangon alias Patih
Kiai Angabai Mangundireja.
Pate Mangon merupakan patih di masa
Panembahan Sumolo yang gugur dalam bentrok fisik melawan pasukan kapal Inggris
yang mendarat di pantai Saroka pada 1796.
Pate Mangun gugur bersama putranya di
kawasan bernama Loji. Tepatnya Loji Kantang, yang saat ini masuk desa Kalianget
Barat, kecamatan Kalianget.
Kembali pada jalan masuk menuju kubah Pate
Mangun. Jalan masuk atau gapura itu bersambung dengan pagar yang mengelilingi
area pemakaman. Terkesan megah, dengan berbagai ornamen makam yang memuat
simbol-simbol tertentu.
Terlebih di pintu masuk kubah, terdapat
sebuah ornamen menarik, yang memuat simbol berupa lukisan kuda terbang. Lukisan
kuda terbang tersebut diukir di sebuah onix pilihan.
Konon, “kuda terbang” tersebut dulu pernah
raib akibat ulah tangan jahil. Namun menurut saksi mata, ada kejadian mistis
yang selanjutnya membuat oknum yang mengambilnya itu terpaksa harus
mengembalikan “sang kuda terbang” tersebut ke tempat asalnya.
Kubah Patih Mangun dan ornamen Kuda
Terbang, di Asta Tinggi Sumenep. (Design by Ririp)
“Bisa kita lihat terdapat bekas pemasangan
ulang yang cukup kentara. Bekas rusak yang kemudian diperbaiki,” kata salah
satu penjaga Asta Tinggi yang tak mau disebut namanya.
Konon, kejadian itu terjadi pada 1990-an,
dan sempat ada pengakuan lisan dari pihak yang usil tersebut, sekaligus
permintaan maaf.
“Menurut yang saya dengar dari pimpinan
Asta Tinggi kala itu, ornamen yang tak begitu besar itu terasa sangat berat
oleh komplotan pencuri, dan tidak terangkat oleh lima orang,” tambah sang
penjaga.
Lantas setelah melalui proses yang agak
sulit ornamen tersebut berhasil dimuat kendaraan roda empat. Namun anehnya,
kendaraan tersebut tidak bisa jalan, seakan membawa muatan yang sangat berat.
“Akhirnya terpaksa ornamen itu dikembalikan dan dipasang ulang,” tutup sang
penjaga sambil terkekeh.
(Tulisan ini pernah ditayangkan di situs
mamira.id, tanggal 6 September 2021)
Ng
0 Komentar