Kolase Asta Adipoday dan Pottre Koneng di Pulau Sepudi. (Foto/Istimewa)
Ngoser.ID – Nama
Pottre Koneng seakan tak pupus ditelan masa. Khususnya bagi masyarakat Sumenep,
dan Madura pada umumnya. Seorang putri mahkota yang melahirkan legenda
sepanjang masa.
Dari rahimnya lahir Jokotole alias Ario
Kudopanole, sang Legenda.
Hadir ke dunia dengan nama Raden Ayu Saini.
Beliau satu-satunya anak raja Sumenep, Pangeran Seccadiningrat Agung Rawit
(dalam naskah lain tertulis Wagung Rukyat).
Kendati anak emas, karena memang
satu-satunya, Saini tidak hidup dengan segala kemewahan. Folklore Sumenep
menceritakan bahwa sang putri berkulit kuning langsat itu suka bertapa, dan
menyendiri.
Salah satu tempat pertapaannya yang
terkenal ialah Gunung Payudan, di kawasan Guluk-guluk, Sumenep. Lokasi yang di
masa selanjutnya menjadi pilihan utama tokoh-tokoh besar Sumenep tempo doeloe
untuk beruzlah.
Menikah dengan Pertapa Sakti
Kisah tentang Pottre Koneng sangat menarik
disimak. Meski menjadi pertentangan, perdebatan, dan bahkan hingga ejekan
beberapa kalangan. Pasalnya, kisah pernikahannya, mengandung buah hati, hingga
melahirkan anak bernama Jokotole tidak secara biasa. Namun luar biasa.
Namun begitulah legenda, cerita rakyat,
babad, dan tradisi lisan. Ciri khas yang tentu banyak ditemui dalam penulisan
awal mula sebuah kerajaan besar. Informasi yang mentah dalam sejarah. Karena
memang sifatnya sebagai seni, bukan sebagai ilmu.
Sejarah tidak bisa lepas dari kajian
arkeologi, prasasti, dan otentisitas naskah-naskah kuna.
Namun sebagai informasi awal, babad tentu
diperlukan dalam rangka pembuktian. Dan itu tugas para ilmuan sejarah. Hasilnya
bisa menguatkan informasi lisan itu, atau malah sebaliknya.
Nah, kembali pada Pottre Koneng, pertemuan
hingga pernikahannya dengan Adipoday (kelak bernama Panembahan Adipoday) memang
tidak akan habis-habis didebat.
Menikah secara gaib, hamil, lalu melahirkan
bayi yang memancarkan cahaya (pulung). Sang putra yang kelak menjadi penguasa
Sumenep itu melegenda hingga segenap penjuru pulau garam. Hampir seluruh nama
tempat dari ujung barat hingga timur pulau Madura berasal usul dari perjalanan
hidup Jokotole.
Tak banyak kisah setelah naiknya Jokotole
sebagai penerus tahta Sumenep. Pottre Koneng seakan hilang ditelan bumi.
Babad menyebut ia ikut sang suami ke pulau
Sepuh Dewe atau Sepudi. Pulau ini biasa dilafalkan orang dengan kata Poday.
Asta Nyamplong
Sebuah gapura tinggi dan kokoh bertuliskan
Asta Adipoday. Kawasan tersebut lumayan luas. Menyisir jalan-jalan “berombak”
selepas menjejakkan kaki di pelabuhan Tarebung, Sepudi. Sekitar 30 hingga 60
menit sampailah di kompleks yang juga dikenal dengan Asta Nyamplong itu.
Sebutan Nyamplong konon terkait dengan
pohon Nyamplong (Nyamplung) atau Camplong yang banyak tumbuh di Sepudi. Konon,
pula, dari biji-biji buah Camplong itu tercipta tasbih yang dipopulerkan
Adipoday dan Pottre Koneng.
Dalam buku tulisan RTA Zainalfattah Notoadikusumo yang berjudul “Sedjarah Tjaranja Pemerintahan Di Daerah-Daerah Di Kepulauan Madura Dengan Hubungannja”, Adipoday dan Pottre Koneng dikenal dengan kebiasaannya berdzikir.
Beliau berdua pun kemudian menganjurkan
rakyat di Poday dan kiai-kiai di sana mengikuti kebiasaannya. Akhirnya mulainya
diperbanyak menanam pohon Nyamplong di pulau tersebut.
Lambat laun, setelah pohon nyamplong
semakin banyak, masyarakat tidak hanya memanfaatkan buahnya sebagai tasbih
dzikir, namun juga batang kayunya untuk bahan perahu.
Setelah wafat, keduanya dimakamkan di
kawasan Nyamplong. Konon, di makam tersebut dahulu berdiri keraton Nyamplong.
Hingga saat ini pasarean Adipoday dan
Pottre Koneng di desa Nyamplong menjadi semacam pepunden orang-orang seluruh
Madura dan daerah-daerah pesisir Jawa Timur.
Ng
0 Komentar