Kolase Pasarean Aermata Arosbaya, Bangkalan, Madura. Lokasi pemakaman Raja-raja Madura Barat. (Sumber: Istimewa)
Ngoser.ID – Beberapa
para penguasa Madura memiliki gelar anumerta. Yaitu gelar yang diberikan pada
tokoh-tokoh besar, yang umumnya dari kalangan bangsawan tingkat tinggi atau
penguasa suatu wilayah setelah wafatnya.
Gelar itu umum banyak dijumpai di kawasan
Madura-Jawa. Di Madura misalnya, ada Pangeran Siding Puri (Sumenep) yang telah diulas di edisi sebelumnya, lalu Panembahan
Siding Kamal, Pangeran Siding Kaap, dan Panembahan Sido Mukti. Tiga nama
terakhir merupakan tokoh-tokoh penguasa di Madura Barat atau Bangkalan
sekarang.
Di edisi lanjutan ini, Ngoser.ID mencoba
mengulas beberapa tokoh penguasa Madura yang memiliki gelar kehormatan. Yang
mana nama itu bahkan lebih dikenal dibanding nama di masa hidup sang tokoh. Ngoser.ID
membidik Madura Barat, atau Bangkalan saat ini.
Seding Magiri
Penguasa Madura Barat pasca invasi Mataram
pada 1620-an, menggunakan gelar yang sama. Dimulai oleh Raden Prasena, anak
Raden Koro yang selamat dalam serangan maut pasukan Sultan Agung Anyakrakusuma
(Cakrakusuma).
Prasena lantas dibawa ke Mataram, diangkat
sebagai anak, dan di kemudian hari dijadikan penasihat Sultan Agung. Prasena
lantas mendapatkan kembali haknya atas Madura Barat. Beliau dinobatkan menjadi
penguasa yang berkedudukan di Sampang (Madegan), pada 1624. Gelar yang dikenal
di kemudian hari ialah Pangeran Adipati Cakraningrat I.
Setelah dilantik, Cakraningrat I lebih
banyak menghabiskan waktunya di Mataram. Beliau jarang berada di Madura.
Sewaktu-waktu saja di pulau garam.
Tak hanya Cakraningrat I, beberapa putranya
juga ada di Mataram, mendampingi ayahnya. Di antaranya Raden Ario Atmojonegoro,
dan Raden Demang Mloyokusumo.
Atmojonegoro lahir dari rahim Syarifah
Ambami, yang dikenal sebagai Ratu Ibu (Aermata, Arosbaya). Sementara
Mloyokusumo lahir dari isteri lain yang berasal dari keturunan Sumenep. Versi
lain Mloyokusumo disebut lahir dari putri Mataram. Cakraningrat I memang
tercatat menikahi salah satu adik Sultan Agung.
Pergantian kekuasaan dari Sultan Agung ke
anaknya, Amangku Rat I, diwarnai beberapa perlawanan dari anak-anak sultan yang
lain. Salah satunya Pangeran Alit.
Peristiwa itu lantas merenggut nyawa
Pangeran Cakraningrat I dan anaknya, Atmojonegoro. Kejadian itu pada 1648.
Cakraningrat I gugur dalam sebuah insiden. Jenazahnya dimakamkan di kompleks
utama. Tak jauh dari makam Sultan Agung. Karena meninggal di Mataram, beliau
dikenal dengan gelar Pangeran Seding Magiri atau Seda Ing Imagiri (pangeran
yang wafat di Imagiri).
Seding Kamal
Sepeninggal Cakraningrat I, putranya yang
bernama Raden Undakan diangkat sebagai pengganti. Undakan lahir dari Syarifah
Ambami (Ratu Ibu).
Gelar yang digunakan sama dengan mendiang
ayahnya, yaitu Cakraningrat II. Konon sebenarnya beliau yang pertama
menggunakan gelar Cakraningrat.
Cakraningrat II merupakan sosok yang sangat
dihormati oleh penguasa Mataram, khususnya pasca perlawanan Trunojoyo. Seperti
ayahnya, Cakraningrat II juga dikenal menghabiskan banyak waktu di Mataram.
Saking hormatnya pada Cakraningrat II, Amangku
Rat III berwasiat pada putra
penggantinya, agar kelak dalam setiap pengambilan keputusan senantiasa meminta
pendapat terlebih dahulu pada Cakraningrat II.
Sayangnya, pengganti Amangku Rat II,
Amangku Rat III tidak mengindahkan pesan ayahnya. Sehingga menimbulkan
perselisihan antara Mataram dan Madura. Cakraningrat II akhirnya memotori
perlawanan kedua (pasca Trunojoyo) Madura terhadap hegemoni Mataram. Amangku
Rat III pun tumbang.
Cakraningrat II bersama Ronggo Yudonegoro
alias Raden Adipati Suroadimenggolo I menjadi tokoh yang paling berjasa dalam
menaikkan Pangeran Puger alias Paku Buwono I sebagai raja Mataram selanjutnya.
Puger merupakan paman Amangku Rat III. Sosok yang lebih disukai rakyat kala
itu.
Sekitar 1707, Cakraningrat II yang mendapat
pengakuan dari Mataram sebagai Panembahan, dalam perjalan pulang ke Madura
jatuh sakit. Beliau wafat di Kamal.
Kisah wafatnya Cakraningrat II ini
melegenda hingga kini. Saat wafat, matahari sudah hampir terbenam. Perjalanan
menuju makam Ratu Ibu di Aermata tentu saja tidak dekat di masa itu. Anehnya,
proses perjalanan, hingga prosesi penguburan, kondisi alam tetap benderang.
Karena Matahari tidak bergerak dari tempatnya.
Cakraningrat II merupakan raja pertama di
Madura Barat yang dimakamkan di Aermata, Arosbaya.
Ng
0 Komentar