Komplek pasarean Kiai Entol Bungso di Batuampar, Guluk-guluk, Sumenep. (Ngoser.ID) |
Ngoser.ID – Edisi
sebelumnya, Ngoser.ID mengulas kisah salah satu tokoh legendaris Madura Timur.
Kisah Kiai Abdullah alias Kiai Entol Bungso Batuampar yang “diusir” oleh guru,
paman, sekaligus ayah angkatnya dari Raba, Pademawu, Pamekasan.
Leluhur Raja-raja Sumenep dinasti terakhir
ini (1750-1929) disebut juga sebagai duplikat dari pamannya itu dalam hal maqam
dan keilmuan. Sikap dan perangai serta kecerdasan Kiai Abdullah juga tak
jauh beda dengan Kiai Agung Raba, alias Kiai Abdurrahman, Pakunya Pulau Madura.
Ketinggian dan keluasan ilmu yang dimiliki
putra Kiai Abdul Qidam dan Nyai Asri ini, tidak membuat ayah Bindara Saot
tersebut jumawa. Terbukti begitu sampai di tempat yang dinamainya Batuampar
itu, beliau bergaul dengan masyarakat sekitar tanpa menunjukkan diri sebagai
sosok yang paling mumpuni khususnya di bidang agama. Beliau juga tidak serta
merta mengubah kebiasaan-kebiasaan warga di sana yang rata-rata sudah
menyimpang dari syari’at.
Dalam kisah yang diriwayatkan
turun-temurun, sistem yang digunakan beliau dalam berinteraksi dengan
masyarakat Batuampar berupa keluhuran akhlak. Kiai Abdullah tidak menganggap
dirinya sebagai orang yang lebih baik dari masyarakat setempat, yang kala itu
memang sejatinya butuh bimbingan guru. Namun, berkaca pada sejarah, dakwah juga
ada seninya. Dan seni itulah yang dimainkan oleh Kiai Abdullah.
Di bagian sebelumnya telah diuraikan
bagaimana beliau saat menghadapi banyak keluhan warga akan permasalahan hidup.
Semuanya beliau coba atasi dengan mendoakan semua hajat mereka. Dan atas ijin
Sang Kuasa, hajat-hajat mereka yang datang ke Kiai Abdullah terkabul. Yang
sakit jadi sembuh, yang melarat jadi berkecukupan, yang mandul bisa punya anak,
yang lumpuh bisa berjalan, dan lain semacamnya.
Pasarean Kiai Entol Bungso. (Ngoser.ID) |
Nah, meski membantu mendoakan keinginan
banyak orang, yang dalam hal itu posisi beliau bisa dikata sebagai seorang
dokter atau tabib, namun tidak sepeser pun Kiai Abdullah mengambil upah.
Kendati dari orang yang didoakannya menjadi kaya raya sekalipun.
Sikap beliau ini tentu menarik bagi banyak
orang. Orang-orang yang acabis atau sowan pun lama-kelamaan sudah banyak dari
luar Batuampar sendiri. Permasalahannya juga sama, mengeluhkan berbagai
problematika kehidupan.
Nama beliau pun lantas menjadi buah bibir,
bahkan hingga ke pusat keraton Sumenep kala itu. Kisah tentang seorang tabib
yang sakti dan penuh karomah. Orang dibuatnya terkagum-kagum. Wibawanya pun
tercium bahkan oleh Sang Raja kala itu. Sehingga lantas, oleh raja Sumenep,
tanah Batuampar tersebut dianugerahkan kepada Kiai Abdullah.
Mihrab Masjid Batuampar. (Ngoser.ID) |
Ketika pesona seorang Kiai Abdullah sudah
begitu mengakar di hati banyak orang, khususnya di sekitar Batuampar, lambat
laun mereka yang datang kepada beliau tidak lagi terkait berbagai problematika
kehidupan, melainkan untuk menghilangkan rasa haus akan ilmu agama.
Konsultasi masalah penyakit, atau karena
kantong kering, dan soal-soal lain, berubah menjadi konsultasi soal hukum
agama: perkara syariat Islam yang dibawa Insan Kamil, Kangjeng Nabi Muhammad
SAW.
Setelah terlihat begitu besarnya antusias
warga dari segenap penjuru untuk mengaji ilmu agama, Kiai Abdullah pun
mendirikan sebuah langgar kecil di kediamannya. Langgar itu pun tambah sesak.
Tak muat banyak orang yang merapat ke sana. Akhirnya Kiai Abdullah pun
membangun sebuah masjid yang hingga kini dikenal dengan Masjid Kiai Agung
Abdullah Batuampar.
Sehingga setelah itu, Batuampar yang
awalnya merupakan daerah sunyi dan sepi, menjadi kawasan yang ramai. Begitu
pula yang di sekitarnya dahulu berupa kawasan “gelap” akan ilmu agama, menjadi
terang benderang sebab “lentera” ilmu yang dihidupkan oleh Kiai Abdullah.
Masyarakat pun menyebut Kiai Abdullah
sebagai Kiai Agung Batuampar, sebutan serupa yang disematkan pada sosok paman
sekaligus gurunya, Kiai Agung Raba. Di samping itu beliau juga dikenal dengan
sebutan Kiai Entol Bungso dan Kiai Suwargi atau Kiai Suwarga.
Ng
0 Komentar