Pintu gerbang atau gapura menuju makam Patih Monconegoro di Mertajasah, Bangkalan. (Istimewa)
Ngoser.ID – Kiai
Mas Bagus Monconegoro (dalam ejaan lain Mancanegara), nama ini bisa jadi tidak
banyak dikenal di seluruh kawasan Madura. Namun di Bangkalan, nama sang Kiai
ini cukup populer. Beliau merupakan penasehat utama Panembahan Lemah Duwur
alias Raden Pratanu, penguasa Madura Barat di abad 16.
Tidak jelas kenapa beliau memiliki nama Monconegoro.
Nama yang jika diterjemah bebas bermakna luar negara atau asing (negeri atau
negara manca). Jika ditelusuri, Kiai Mas Bagus ini memang bukan berasal dari
Madura Barat. Beliau berasal dari Jawa, tepatnya Pajang. Bahkan di Pajang itu
beliau bukan orang sembarangan. Jabatannya ialah patih dari Sultan Pajang
pertama, yaitu Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir).
Meski begitu, tidak bisa dipastikan nama Monconegoro
sesuai dengan maksud terjemah bebas di atas.
Asal Usul
Menurut cerita rakyat di Jawa, Mas Manca
atau Mas Monco merupakan teman seperjuangan Jaka Tingkir. Selain Mas Manca ada
nama Mas Wila dan Kiai Wuragil. Hubungan Mas Manca dengan Jaka Tingkir sangat
dekat, bahkan sudah seperti saudara kandung. Sehingga, saat Jaka Tingkir
berhasil mengalahkan Aria Penangsang dan memindahkan pusat pemerintahan Jawa ke
Pajang, Mas Manca diangkatnya sebagai patih, bergelar Kiai Patih Mancanegara (Monconegoro).
Saat Jaka Tingkir yang bergelar Sultan
Adiwijaya itu mangkat, Mas Monconegoro memilih keluar dari arena pemerintahan
yang penuh intrik. Mas Monconegoro memilih menjauh, dan tempat yang dipilihnya
ialah Madura Barat.
Bukan tanpa alasan patih yang alim dan
sakti mandraguna itu memilih lokasi tersebut. Beliau dikenal dengan
kedekatannya dengan Jaka Tingkir. Sedang Madura Barat kala itu masih berkaitan
dengan sultan Pajang itu. Isteri Panembahan Lemah Duwur, penguasa waktu itu,
adalah salah satu putri Jaka Tingkir.
Sehingga di sini, Monconegoro tetap bisa
melanjutkan pengabdiannya kepada trah Pajang.
Kedatangan Mas Monconegoro disambut baik
oleh putra Kiai Pragalba itu. Apalagi dari segi pengalaman dan keilmuan, Monconegoro
jelas dibutuhkan oleh Madura Barat. Sehingga kehadiran Mancanegara banyak
berpengaruh pada proses pengembangan Islam di Madura Barat.
Menjadi Penasihat Raja
Setelah menetap di Madura Barat, Monconegoro
aktif dalam penyebaran agama Islam. Beliau pun diangkat sebagai Ulama Keraton,
sekaligus Penasihat Raja. Panembahan Pratanu lantas memberi gelar Kiai Mas
Bagus Monconegoro.
Menurut kisah tutur, Kiai Mas Bagus Mancanegara
tidak hanya berdakwah di Madura Barat, namun juga ke Timur. Namun tidak ada
keterangan detil dan otentik tentang kiprahnya di luar Madura Barat.
Bahkan di Madura Barat sendiri, sosok Kiai
Mas Bagus Mancanegara tidak banyak dikupas. Penelusuran-penelusuran seputar
sejarah hidup beliau masih belum utuh.
Sedikit catatan,
di buku Kangjeng Zainalfattah, malah disebutkan tentang Kiai Mas Ario Monconegoro,
Patih Bangkalan di masa Panembahan Sido Mukti alias Panembahan Cakraadiningrat
V.
Namun, di buku tersebut, Monconegoro disebut keturunan dari Pangeran Khotib Mantu
cucu Sunan Giri I. Urutannya, Pangeran Khotib berputra Mas Ayu Joyomerto. Mas
Ayu ini menikah dengan Kiai Mas Joyomerto, dan berputra Kiai Mas Brojoyudo.
Brojoyudo berputra Kiai Mas Bagus alias Mas Bagus Monconegoro, Patih Bangkalan
di masa Panembahan Sido Mukti.
Kedua nama ini memang sama, yaitu Monconegoro
dari Pajang dengan Monconegoro Patih di masa Sido Mukti. Dari segi masa, Mancanegara
dari Pajang hidup di masa Pratanu yang memerintah Madura Barat pada tahun
1531-1592. Sementara Monconegoro di catatan Zainalfattah hidup di masa Sido
Mukti yang memerintah Madura Barat pada tahun 1745-1770.
Namun masih belum dipastikan apakah
keduanya satu orang sama. Karena jika iya, maka terjadi yang anakronisme dalam
sejarah, yang perlu kajian lebih lanjut.
Peninggalan
Salah satu peninggalan Mas Bagus
Monconegoro ini ialah komplek pemakamannya di Mertajasah, Bangkalan. Komplek
pemakaman yang masih original. Baik simbol-simbol dalam bangunan, maupun jirat
makam yang khas di masa sang Patih.
Meski masih original, makam Kiai Mas Bagus
Monconegoro kurang tersentuh perawatan. Mungkin di samping akses menuju ke sana
yang kurang mulus. Lokasi komplek juga agak tersembunyi dan jauh dari
keramaian.
Kolase komplek makam Ario Monconegoro. (Istimewa)
Namun di satu sisi, ketidakterawatannya
juga menguntungkan. Karena di balik kondisi tembok yang mulai terdapat
kerusakan karena dimakan zaman, komplek ini tidak mengalami perubahan-perubahan
akibat ulah manusia.
Perubahan yang kadangkala alih-alih memperbagus
makam, justru malah bisa merusak atau menghilangkan situs sejarah.
Di area komplek pasarean Monconegoro ini,
untuk mencari posisi makam sang ulama besar Madura Barat abad 16 tersebut
tidaklah sulit. Makam beliau berada di dalam cungkup dengan bentuk yang agak
mencolok. Yaitu nisan dan kijing yang agak besar dibanding makam-makam di
sekitarnya.
Makam itu juga sudah diberi pertunjuk
tulisan, “Kiai Mas Bagus Aryo Monconegoro”, dan diberi tirai kelambu.
Ng
0 Komentar