Potret udara Makam Agung Arosbaya, Bangkalan, Madura. (Ngoser.ID) |
Ngoser.ID – Nama
Empu Bageno di Madura Barat (atau Bangkalan, saat ini) begitu masyhur. Bukan semata disebabkan posisinya
sebagai petinggi keraton Madura Barat. Namun sang Patih itu merupakan tokoh
penting dalam proses Islamisasi di sana.
Dalam kisah babad seringkali disebutkan
jika Islam di abad 15 masih belum menjadi agama resmi keraton.
Sang raja kala itu, Kiai Pragalba dan
keluarganya, meski disebut masih keturunan Ario Lembupetteng yang sudah muslim
dan menjadi santri Sunan Ampel, namun dikisahkan masih lekat dengan tradisi
agama nenek moyangnya dari Majapahit; yaitu agama Hindu.
Kiai Pragalbo alias Pangeran Arosbaya (pengganti Pangeran Demang Plakaran, pendiri Keraton Anyar di Plakaran, Arosbaya, Bangkalan) dari tiga isterinya memiliki
beberapa anak laki-laki. Salah satu putranya sekaligus yang disiapkan sebagai
penggantinya ialah Kiai Pratanu.
Berguru pada Sunan Kudus
Dalam folklore Madura, di suatu
masa, Kiai Pratanu disebut bermimpi didatangi seorang asing yang mengaku
bernama Sayyid Maghrabi.
Dalam mimpinya, Kiai Pratanu disuruh
mempelajari agama Islam secara kaffah, dan diperintahkan berguru pada seorang
agung di tanah Jawa, yang bernama Sunan Kudus.
Terkejut, bercampur gelisah, Kiai Pratanu
terus memikirkan arti mimpinya. Bahkan diceritakan tidak keluar kamarnya selama
tujuh hari.
Setelah itu Kiai Pratanu bermimpi serupa
seperti halnya mimpi pertama. Akhirnya sang pangeran ini menghadap ayahnya,
Kiai Pragalbo (Pangeran Arosbaya) dan menceritakan mimpinya.
Pasarean Kiai Pragalbo (Pangeran Arosbaya) di Makam Agung. (Ngoser.ID) |
Sang raja yang linuih itu merespon positif
mimpi putra kesayangannya tersebut. Sehingga beliau pun memanggil sang Patih,
yaitu Empu Bageno.
Bageno diperintahkan ke Kudus untuk
memastikan keberadaan tokoh dalam mimpi Pratanu. Konon sang Patih yang sakti
mandraguna itu menuju Kudus melalui jalur laut. Ditempuh dengan berjalan di
atas air dengan secepat kilat.
Sesampainya di Kudus, Bageno pun
benar-benar mendapati keberadaan tokoh yang dikenal dengan nama Sunan Kudus.
Sang wali yang waskita memahami maksud
Bageno. Lalu sang Patih itu diperintahkan mencukur rambut dan jenggotnya, serta
kumisnya. Tak hanya itu, Bageno juga disuruh memotong kukunya.
Setelah dimandikan oleh Sunan Kudus, maka
Bageno diwejang Islam dengan dimulai dari dua kalimat syahadat.
Singkat cerita Bageno berhasil mempelajari
seluk-beluk Islam. Dan selanjutnya berpamitan untuk kembali ke Arosbaya.
Sang sunan mengijinkan.
Empu Bageno lantas menuju laut dan bersiap
berjalan di atas air. Namun begitu terperanjatnya ia saat mendapati dirinya
tenggelam ke air.
Dicobanya kerahkan semua ilmunya, namun
gagal. Putus asa iapun kembali ke Sunan Kudus. Mempertanyakan tentang lenyapnya
ilmu kanuragannya pasca menganut Islam.
Sang sunan yang arif lalu menjelaskan,
bahwa kelebihan yang didapat pada agama sebelumnya itu merupakan istidraj.
Sedangkan kelebihan yang didapat setelah
memeluk Islam berasal dari hidayah Allah, salah satunya akan berbuah karomah.
Singkat cerita, Sunan Kudus lantas menyuruh
Bageno kembali ke pinggir pantai.
Sang Patih lantas diperintahkan menutup
mata, dan jika disuruh buka mata, maka buka.
Saat ada suara “buka matamu” bersamaan
dengan tangan Sunan Kudus yang terasa mendorong pelan tubuh Bageno, sang Patih
sudah mendapati dirinya berada di pantai Arosbaya dan tepat di depan keraton,
kampung halamannya.
Bageno merasa tak habis-habis takjubnya.
Dan semakin bertambah keimanannya.
Pangeran Onggu’
Sesampainya di keraton, Bageno melaporkan
semua pengalamannya selama berguru ke Sunan Kudus terlebih dulu pada Kiai
Pratanu.
Putra mahkota yang lembut itu tentu saja
memahami alasan Bageno lebih dulu masuk Islam. Ia pun lantas membawa Bageno ke
hadapan Kiai Pragalbo.
Malang, penuturan Bageno membuat sang raja
murka. Pragalbo tidak terima Bageno belajar Islam terlebih dulu. Sehingga iapun
memerintahkan sang Patih dipancung.
Namun atas upaya Pratanu, Bageno diampuni,
dan Pragalbo mengijinkan Islam diajarkan di Arosbaya. Namun Pragolbo sendiri belum
menerima belajar Islam melalui Bageno.
Ajaran Islam pun berkembang di Arosbaya.
Hingga di suatu masa Pragalbo sakit keras dan sudah mendekati ajalnya.
Sang anak, Pratanu menuntun Pragalbo dengan
talqin dua kalimat syahagat, namun sang raja hanya mengangguk dan lantas
menghembuskan nafas terakhirnya.
Itulah sebabnya Kiai Pragalbo dikenal
dengan julukan Pangeran Onggu’.
Hingga kini pasarean Pragalbo yang dikenal
dengan Makam Agung, keramat. Banyak peziarah ke sana. Komplek Makam Agung di Arosbaya tersebut masih
original dan masih kental dengan nuansa perpaduan Islam dan pra Islam.
2 Komentar
Apakah R. KOEBOEL AJI GUNONG PUTRA DARI PATIH BAGENO
BalasHapusSoal tersebut, kita masih belum mempunyai informasi lebih lanjut kakak... In sya Allah akan coba kita telusuri..
Hapus