Kolase pasarean tiga khatib. Kiai Khatib Sendang (atas), Kiai Khatib Paddusan (kiri bawah), dan Kiai Khatib Pranggan (kanan bawah). (Foto Mamira.id) |
Ngoser.ID –
Adalah Pangeran Katandur, tokoh ulama Sumenep yang berjasa di bidang pertanian.
Dalam edisi 15 April 2021, Ngoser telah mengulas sosok asal negeri Kudus
ini. Tokoh yang diperkirakan hidup pada abad 17 Masehi, dan selama beberapa
generasi setelahnya juga memunculkan tokoh-tokoh ulama besar Sumenep dari masa
ke masa. Sebut saja tokoh 3 Khatib Sumenep, yang namanya sering disebut dalam
kisah tutur maupun penulisan sejarah di Madura Timur.
Tiga khatib itu ialah Kiai Khatib Paddusan,
Kiai Khatib Pranggan, dan Kiai Khatib Sendang. Tiga tokoh ini memiliki hubungan
saudara kandung. Ketiganya merupakan putra Pangeran Katandur. Menurut catatan
genealogi, Pangeran Katandur adalah salah satu anak Panembahan Pakaos di Kudus.
Sedangkan Panembahan Pakaos sendiri merupakan anak Sunan Kudus, salah satu
tokoh Wali Sanga di Tanah Jawa.
Jadi dengan kata lain, ketiga khatib
tersebut adalah cicit salah satu tokoh Wali Sembilan Jawadwipa.
Nama Khatib sejatinya merupakan gelar.
Kemungkinan, merujuk pada gelar tokoh pemberi khutbah pada setiap pelaksanaan
shalat Jumat, yang biasa disebut khatib. Namun dalam struktur pemerintahan di
masa lalu, khatib (ketib) juga merupakan jabatan hierarki dalam sistem kepenghuluan (kepengulon).
Yaitu, tokoh keagamaan yang tercatat dalam administrasi keraton atau kerajaan baik di Madura maupun Jawa.
Bisa dipastikan, khatib
merupakan tokoh yang alim dalam bidang agama. Apalagi kembali pada sosok tiga
khatib di edisi ini, merupakan tokoh-tokoh pecahan keluarga keturunan Wali
Sanga. Ditambah perannya dalam membentuk peradaban Islami di negeri Sumenep,
dan menjadi sanad silsilah nasab sekaligus keilmuan tokoh-tokoh besar
setelahnya, khususnya tokoh-tokoh ulama sekaligus umara di kalangan keraton
Sumenep sejak abad 17 Masehi.
Sebenarnya, tidak banyak yang bisa
diceritakan alias minim informasi tentang biografi ketiga khotib ini. Selain
yang bisa didapat dalam tulisan-tulisan sejarah atau babad tentang Sumenep.
Kiai Khatib Paddusan misalnya. Tokoh yang sesuai namanya berdomisili di
Paddusan, yaitu sebuah kampung di desa Parsanga kecamatan kota kabupaten
Sumenep ini, hanya tercatat sebagai kiai yang menurunkan banyak ulama besar.
Dua di antara belasan anak-anaknya, dikenal
sebagai ulama besar sekaligus wali agung Sumenep di masanya. Yaitu Kiai Ali di
Barangbang, Kalimo’ok, Kecamatan Kalianget, dan Nyai Ceddir di kawasan Lembung, Kecamatan Lenteng. Khusus Nyai Ceddir, beliau merupakan buyut dari Panembahan
Sumolo, penguasa Sumenep yang membangun Masjid Jami’ dan Keraton Sumenep. Dua
bangunan yang menjadi ikon Sumenep hingga saat ini.
Makam Kiai Khatib Paddusan berada di
kampung Paddusan, Desa Parsanga, Kecamatan Kota Sumenep. Di kawasan itu, juga dimakamkan beberapa tokoh Sumenep, yang
merupakan keturunan, sanak kerabat dan pengikut Kiai Khatib Paddusan.
Sementara Kiai Khatib Pranggan, sesuai
namanya juga merupakan tokoh ulama yang berdomisili di Pranggan, Desa Bangkal, Kecamatan Kota Sumenep. Letaknya tidak
jauh dari Paddusan. Sebuah dataran yang agak tinggi. Di sanalah juga sang kiai
dimakamkan.
Kiai Khatib Pranggan dalam catatan
genealogi menurunkan Kiai Ceddir, yaitu suami Nyai Ceddir. Kiai Ceddir dalam
sebuah kisah menyepi atau bertapa di desa Ngin-bungin kecamatan Dungkek.
Seperti disebut sebelumnya, Nyai Ceddir sekaligus Kiai Ceddir merupakan leluhur
raja-raja Sumenep dinasti terakhir. Yaitu dinasti yang mengakar pada
tokoh-tokoh kalangan kiai sekaligus santri, dan tercatat sebagai dinasti
gemilang dalam sejarah keraton Sumenep. Karena di dinasti ini tercatat
sedikitnya dua penguasa yang terkenal kecakapan dan popularitasnya di bidang
keilmuan dan karya-karya monumental. Seperti Panembahan Sumolo, Sultan Pakunataningrat,
dan Panembahan Notokusumo.
Kiai Khatib Pranggan juga tercatat
menurunkan Kiai Agung Rombu, Kiai Gurang-garing, serta Kiai Singotruno. Agung
Rombu dan Gurang-garing merupakan leluhur kiai-kiai di kawasan Kecamatan Gapura
dan Kecamatan Batang-batang (kawasan timur daya) Kabupaten Sumenep. Sementara Kiai Singotruno
merupakan patih Keraton Sumenep yang terkenal di masa pemerintahan Bindara
Saot, ayah Panembahan Sumolo.
Berbeda dengan dua khatib sebelumnya, khatib
yang ketiga, yaitu Kiai Khatib Sendang, makamnya justru berada di luar Kecamatan Kota Sumenep. Sendang merujuk pada sebuah kawasan di Kecamatan
Pragaan Kabupaten Sumenep. Perbatasan antara Sumenep dan kabupaten Pamekasan.
Kisah Kiai Khatib Sendang juga hampir tidak
disebut dalam sejarah, kecuali di babad Sumenep yang menyebut beliau sebagai
salah satu guru Kiai Raba di Pamekasan.
Meski Sendang berada di Pragaan, namun
makam Kiai Khatib Sendang diyakini berada di kawasan Lapataman, kecamatan
Dungkek, kabupaten Sumenep. Makamnya tidak jauh dari kompleks makam Kiai Ceddir
di desa Bungin-bungin.
Di kawasan makam yang dikenal sebagai
kawasan makam para wali lapataman ini, situs-situsnya masih cukup terjaga.
Dalam catatan genealogi, Kiai Khatib
Sendang juga tercatat sebagai ayah Kiai Penghulu Brungbung. Tokoh yang dikenal
membangun Masjid Brungbung, salah satu masjid unik dan tertua di Sumenep. Makam Kiai
Penghulu Brungbung dan masjidnya kini termasuk bagian dari desa Lombang
kecamatan Batang-batang.
(Tulisan ini pernah tayang di situs www.mamira.id)
Ng/Mmr
0 Komentar