Foto udara komplek Pasarean Pangeran Letnan di Asta Tinggi Sumenep. (Foto: Mamira. ID) |
Sekitar 10 meter sebelum mulut tanjakan Jalan Asta Tinggi, sebuah papan bertuliskan Asta Pangeran Ario Hamzah tampak lebih baru dari sebelumnya. Dari papan tulisan itu, kurang lebih 50 meter ke arah barat yang separuhnya tanjakan itu, sebuah bangunan yang berwibawa terlihat di kanan jalan. Di situlah bersemayam sang Pangeran yang legendaris ini. Namanya harum di Serambi Mekkah.
Ngoser.ID-Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, penguasa Sumenep yang wafat pada 1854 M dikenal sebagai sosok penguasa agung di Sumenep. Nama dan kepribadiannya melegenda hingga kini. Begitu juga keturunan dari cucu Bindara Saut ini banyak yang menjadi sosok keramat. Salah satunya Pangeran Letnan Kolonel Kusuma Sinerangingrana atau Pangeran Le’nan.
Pengucapan Le’nan ini merujuk pada pangkat sang Pangeran di dunia kemiliteran, yaitu Luitenant Kornel atau Letnan Kolonel. Warga Sumenep sejak dulu kala, maupun keluarga besar keraton biasa menyebut sang Pangeran ini dengan Pangeran Letnan atau Le’nan. Anak-cucu beliau menyebut Ju’ Le’nan (Buju’ Le’nan).
Pangeran Le’nan lahir dengan nama Raden Bagus Mohammad Hamzah. Tidak ada catatan mengenai tahun, bulan, maupun tanggal lahirnya. Ayahnya, Sultan Sumenep yang naik tahta pada 1811 M. Ibunda sang pangeran merupakan garwa selir. Jadi Pangeran ini tak lahir dari isteri utama. Meski menurut sebagian riwayat mengatakan beliau anak laki-laki tertua, posisinya masih lebih kuat adiknya, Raden Bagus Mohammad Saleh (kelak bergelar Panembahan Natakusuma II), yang lahir dari garwa padmi atau permaisuri. Sehingga—menurut kisah tutur, Sultan Sumenep tidak menunjuk secara resmi siapa putra mahkota penggantinya. Beliau hanya memberi sebuah isyarat dalam bentuk wasiat.
Panglima Perang yang Diutus ke Aceh
Dalam beberapa literatur Sumenep, Pangeran Le’nan merupakan satu di antara empat anak laki-laki Sultan Sumenep yang ditunjuk sebagai pemimpin angkatan perang. Tiga lainnya ialah Pangeran Kolonel atau Kornel Kusumo Sinerrangingalaga, Pangeran Letkol Kusumosinerrangingyuda, dan Pangeran Mayor Candraningprang.
Di antara keempat bersaudara itu Pangeran Le’nan yang tertua sekaligus dikenal kepiawaiannya di bidang seni perang. ”Beliau juga dikenal sebagai putra Sultan yang paling linuih,” kata R. Alimuddin, salah satu keturunan Pangeran Le’nan.
Pintu masuk menuju Pasarean Pangeran Letnan. (Mamira.ID) |
Berbagai ekspedisi perang diembankan pada Pangeran Le’nan. Salah satu yang terkenal ialah ekspedisi perang ke negeri Aceh.
Menurut beberapa kalangan pemerhati sejarah di Sumenep, ekspedisi itu terkait dengan pemadaman perlawanan rakyat setempat. Wilayah Madura, termasuk Sumenep memang sering dimintai bantuan oleh Kolonial Belanda untuk memadamkan perlawanan kedaerahan itu. ”Itu fakta sejarah. Namun ini bukan sesuatu yang mesti atau perlu diperdebatkan saat ini. Karena situasi politik masa itu memang berbeda dan menuntut demikian,” kata Edhi Setiawan, salah satu penulis Sejarah Sumenep (SS) 2003.
Dalam beberapa catatan tentang ekspedisi Pangeran Le’nan itu seakan disimpulkan bahwa Sumenep berperang dengan pejuang-pejuang Aceh. Namun salah satu pemerhati sejarah Sumenep, R B Hairil Anwar menemukan fakta baru terkait hal itu.
”Di Aceh justru ada catatan tentang sosok Pangeran Le’nan. Beliau di sana dikenal dengan Pangeran Hamzah dari Sumenep. Sosok beliau di sana justru disegani dan harum namanya. Pangeran Le’nan di Aceh justru tidak mengangkat senjata alias berperang. Melainkan beliau mengajar ngaji. Banyak santrinya di sana. Orang-orang Aceh bahkan mengakui kealimannya,” kata anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumenep ini.
Hairil mengetahui informasi ini dari rekat sejawatnya, salah satu pegiat sejarah di negeri Serambi Mekkah. Bahkan dari pihak Aceh berencana melakukan lawatan ke Sumenep dan penelusuran sejarah terkait hal ini.
Kandidat Raja
Selepas dari Aceh, Pangeran Le’nan disebut mengasingkan diri dari keduniawian. Bahkan menurut riwayat keturunannya di Kampung Pangeran Le’nan Kepanjin, di usia sepuhnya, jasad beliau tidak kelihatan. Konon, kedatangannya hanya terdengar dari derap langkah kuda tunggangannya. ”Di antara putra Sultan memang beliau yang dikenal paling tinggi ilmu kesaktiannya,” kata R B Ainurrahman salah satu keturunan Pangeran Le’nan lainnya.
Salah satu versi lain menyebut bahwa menghindarnya Pangeran Le’nan dari keduniawian pasca “kekalahannya” dalam menduduki kursi raja. Konon, beliau yang memang dikenal sakti kalah dengan adiknya yang notabene sakit lumpuh.
”Kalau sebagian sesepuh mengatakan bahwa sebenarnya Pangeran Le’nan itu mengalah, bukan kalah,” kata R B Ja’far Sadiq, yang juga keturunan Pangeran Le’nan di Sumenep.
Seperti diketahui, Sultan Sumenep diganti oleh putranya yang bernama Panembahan Mohammad Saleh, yang bergelar Natakusuma II. Sementara Pangeran Le’nan yang mundur dari lingkungan keraton dikisahkan memilih lebih banyak berkhalwat. Dari kisah turun-temurun, bahkan sang Pangeran ini berwasiat agar jenazahnya kelak tidak dikebumikan di kompleks utama Asta Tinggi. Hal itu karena beliau tidak ingin dimuliakan, dan menganggap sama seperti orang kebanyakan.
Makam sang Pangeran memang tidak berada di kawasan utama Asta Tinggi. Pasarean beliau berada di KampUng Banasokon, di sebuah dataran tinggi seperti yang disebut dalam pengantar di muka. ”Beliau memang tidak bersedia dikuburkan di komplek utama Asta Tinggi,” imbuh Ja’far.
(Tulisan ini pernah tayang di situs matamaduranews.com, edisi 5 Juni 2018)
Ng
0 Komentar