Langgar Bagandan, di Bagandan, Pamekasan. (Foto/Ng) |
Ngoser.ID – Tak jauh dari jantung kota, sebuah bangunan bersejarah di Pamekasan masih berdiri tegak. Meski terdapat beberapa perubahan, mengingat bahan dasarnya yang dari kayu—dan di waktu silam—beratap tempo doeloe.
Berlokasi di Bagandan, bangunan itu berupa langgar kuna.
Langgar itu dibangun sekitar paruh pertama abad 18.
Yang membangunnya ialah Raden Azhar alias Raden Wongsodirejo, Penghulu Bagandan.
Lidah warga Gerbang Salam menyebut Pangolo Bagandan. Azhar dikenal dalam
sejarah Pamekasan sebagai salah satu tokoh dalam perang Bulangan pada 1750
Masehi. Yakni perang melawan pemberontakan Ke’ Lesap di pulau Madura.
Perang itu pada akhirnya merenggut nyawa Raden Azhar dan
junjungannya, Raden Ismail alias Raden Tumenggung Ario Adikoro IV (Adipati
Pamekasan).
Makam Raden Azhar di Bagandan, Pamekasan. (Foto/Ng) |
Kedua tokoh ini dikenal dengan gelar anumertanya: Seda
Bulangan.
Di masa hidupnya, Raden Azhar dikenal sebagai ulama besar.
Kendati menjabat sebagai Penghulu Bagandan, beliau juga diceritakan aktif
mengajar (morok atau molang) para santri.
Selain di Bagandan, beliau juga biasa mengajar di Bulangan.
Tempat yang selanjutnya menjadi pertahanan terakhir pasukan Pamekasan, sekaligus
lokasi terakhir Raden Azhar.
Saat ini kedua langgar Raden Azhar masih bisa dilihat.
Khususnya langgar di Bagandan.
Kebetulan, langgar di Bagandan berada di dekat kompleks Asta
Raden Azhar. Sekira 50 meter ke arah selatan.
Langgar ini menurut salah satu keturunan Raden Azhar masih
digunakan oleh masyarakat sekitar.
“Alhamdulillah tidak banyak yang berubah. Luasnya masih
sama. Hanya beberapa material yang diganti akibat dimakan usia,” kata K.
Faishal, salah satu keturunan Raden Azhar.
Ng/MM
0 Komentar